Gerus Suara Jokowi, Coba Benturkan PDIP dengan TNI AD
jpnn.com - JAKARTA - Tim Pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla merasakan fitnah ke arah duet calon presiden-calon wakil presiden yang dikenal dengan sapaan Jokowi-JK itu semakin kencang. Yang terakhir, fitnah yang muncul menyebut Jokowi dan PDI Perjuangan sebagai pengusung komunisme.
Sekretaris Tim Pemenangan Jokowi-JK, Andi Widjajanto mengatakan, munculnya fitnah itu tak lepas dari gagalnya upaya untuk menggerus elektabilitas capres usungan PDIP, NasDem, PKB dan Hanura itu. Alih-alih merosot, kata Andi, elektabilitas Jokowi justru terangkat.
Nah, sulitnya menggerus elektabilitas Jokowi itulah yang memicu kubu yang berseberangan melontarkan fitnah termasuk dengan isu komunis. “Menuduh PDI Perjuangan dan Joko Widodo mengusung komunisme jelas tuduhan tanpa dasar,” kata Andi di Jakarta Rabu (2/7) malam.
Yang lebih parah, kata Andi, menyebut PDIP dan Jokowi pengusung komunisme jelas melecehkan kerja TNI maupun intelijen negara. “Tuduhan itu jelas merupakan pelecehan terhadap kinerja komunitas intelijen nasional yang ditopang oleh struktur teritorial TNI AD dalam menghilangkan ideologi komunisme dan organisasi PKI dari Indonesia," lanjut Andi.
Karenanya pria yang sebelumnya dikenal sebagai pengamat militer itu meminta TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN) mennyampaikan bantahan bahwa PDIP dan Jokowi bukanlah penerus PKI. “BIN dan TNI perlu menunjukkan ke masyarakat bukti konkret keberhasilan mereka dalam menjaga ideologi Pancasila dari ancaman komunisme," sambungnya.
Sebelumnya, sebuah televisi swasta yang dikenal condong ke kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menyiarkan berita yang menyebut PDIP merupakan kumpulan PKI. Karenanya, sebut pemberitaan itu, PDIP tidak disukai TNI.
Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo pun meradang. Menurutnya, pemberitaan bukan lagi sekadar fitnah tetapi juga telah membenturkan PDIP dengan pihak lain. “Ini sudah mengadu domba PDI-P dengan TNI AD," ujarnya.
Karenanya Tjahjo yang juga Ketua Tim Pemenangan Jokowi-JK akan melaporkan stasiun televisi swasta itu ke Dewan pers dan Komisi Penyiaran Indonesia. "Kita warning dulu. Kita harus taat aturan,” katanya. (ara/jpnn)