Gila Harta dan Kuasa, Penyakit Pemimpin Asia
jpnn.com - Mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak sedang berusaha lepas dari jerat 32 dakwaan korupsi. Namun, dia bukan satu-satunya. Pemimpin yang hobi merampok uang negara bukanlah barang baru di Asia.
Sebelum Malaysia, Korea Selatan (Korsel) sibuk mengusut skandal korupsi mantan presidennya, Park Geun-hye. Perempuan 66 tahun itu kini berstatus narapidana. Tetapi, dia memboikot semua sidang sejak Oktober 2017.
Versi Park, kasusnya telah dipolitisasi. Park bahkan tak hadir saat sidang vonis yang menjatuhkan hukuman 25 tahun penjara untuknya pada April lalu. Selain tak hadir, dia tak mengajukan banding. Dia membiarkan kasusnya berjalan tanpa perlawanan karena dirinya merasa menjadi korban.
Park kali terakhir terlihat publik saat menjalani perawatan kesehatan di St Mary Hospital, Seoul, pada 9 Mei. The Straits Times melaporkan bahwa Park menderita nyeri punggung. Selama di penjara, presiden perempuan pertama dan satu-satunya Korsel itu memang tidur di lantai beralas kasur tipis.
Jika dibandingkan dengan Park, nasib mantan PM Pakistan Nawaz Sharif jauh lebih baik. Rabu (19/9) dia bebas dari penjara. Padahal, dia sudah divonis bersalah terkait skandal Panama Papers. Dia diganjar 10 tahun penjara. Namun, kasusnya lantas ditangguhkan. PM yang masuk jajaran orang terkaya Pakistan itu lantas diizinkan keluar dari bui.
Bebasnya Sharif sempat menjadi perbincangan. Banyak yang menduga Arab Saudi menekan PM Imran Khan untuk membebaskan dia. Sebab, Khan baru pulang dari Riyadh dan kedua negara punya hubungan dekat. Demikian juga Sharif. Dia dan keluarganya punya hubungan dekat dengan Saudi.
Namun, dugaan itu dibantah Menteri Informasi Pakistan Fawad Chaudhry. "Tidak ada negara yang meminta pembebasannya. Nawaz Sharif tidak sepenting itu bagi Saudi," tegasnya.
Chaudhry boleh bilang Sharif tak penting. Tapi, bagi para pendukungnya, dia tetaplah panutan. Dan, dia masih punya banyak pendukung. Apalagi, dia masih sangat kaya. Media Pakistan menyebutkan bahwa kekayaan Sharif mencapai USD 1,4 miliar atau setara Rp 20,76 triliun.