GKR Hemas Masih Dianggap Pimpinan DPD
jpnn.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bergolak setelah ketuanya, Irman Gusman ditangkap tangan KPK karena tuduhan korupsi. Pergolakan itu ditandai dengan pergantian pimpinan.
Dua wakil ketua lainnya, GKR Hemas dan Farouk Muhammad yang sepaket saat pemilihan pimpinan ikut terdepat. Kini pimpinan dijabat Oesman Sapta Odang (ketua) dan masing-masing wakil ketua Nono Sampono, Darmayanti Lubis.
Senator asal Sulawesi Tengah Hj Nurwamati Dewi Bantilan belum mengakui kepemimpinan OSO, sapaan akrab Oesman Sapta Odang. Alasannya, pimpinan pemilihan itu berlangsung setelah Mahkamah Agung (MA) memerintahkan agar DPD kembali ke Tata Tertib (Tatib) No.1 tahun 2014 yang menyebutkan jabatan Pimpinan DPD berlangsung selama lima tahun.
“Kalau berlangsung pemilihan Pimpinan DPD yang baru itu dasarnya apa? Kok hukum tidak dihormati? Kan MA sudah memerintahkan agar kembali ke Tatib yang lama. Masa menggunakan Tatib baru. Membuat tatib itu kan harus melalui alat kelengkapan, harus ada Pansus, tidak bisa begitu saja,” kata Nurmawati dalam keterangan persnya, Senin (17/4).
Nurwamati juga turut menyayangkan kebijakan Kepala Biro Pimpinan (Karopim) DPD yang sudah mengambil tindakan meminta fasilitas yang dipakai pimpinan DPD, seperti kendaraan dinas yang selama ini dipakai oleh GKR Hemas.
Dia mengatakan, pemberitaan yang menyebutkan bahwa GKR Hemas menyerahkan kendaraan dinas itu sebagai bentuk pengakuan atas pimpinan DPD saat ini tidaklah benar.
“Saya sudah telepon Bu Hemas bahwa kendaraan itu memang diminta oleh Sekjen. Tetapi Bu Hemas tidak mengembalikan atau mempertahankan. Toh dia juga sehari-hari tidak memakai kendaraan itu. Mobil itu hanya dipakai untuk ke Istana setiap tujuh belas Agustus,” tutur Hj Nurmawati.
Nurmawati mengaku merasa resah dengan banyaknya anggota partai politik ke dalam tubuh DPD. Masuknya anggota partai politik di Dewan Perwakilan Daerah, menurut Nurmawati, bukan saja telah meresahkan sebagian anggota DPD yang bertugas di Senayan, tetapi juga konstituen mereka di daerah. Masyarakat di beberapa provinsi yang ingin aspirasinya diwakili oleh anggota DPD mulai menunjukkan kemarahan atas apa yang terjadi di DPD akhir-akhir ini.