Golkar Bersatu dan Demokratis, Persepsi atau Realitas?
Kamis, 19 Februari 2009 – 21:40 WIB
Misalkan, kemungkinan resistensi dan perpecahan hanya bagai riak-riak “topan dalam gelas”, tetapi jika penjaringan capres-cawapres tidak teruji secara demokratis, dan hanya berdasarkan aspirasi elit DPD II, DPD I dan DPP, diprediksi kurang bergelora, sehingga antusiasme politik yang bergairah dan dinamis tak tercipta.
Padahal, dengan kancah keterbukaan itu membuat Golkar bersatu all in, sehingga yang kalah bisa menerima dengan legowo dan yang menang tak jumawa pula. Golkar bebas untuk memilih system seperti apapun, sebebas pemilih untuk menentukan pilihannya. Pada dua “kebebasan” yang tarik menarik itulah, Golkar diuji untuk menentukan langkah yang strategis.**