Golput Menang di Medan Sudah Biasa, 2015 Mengejutkan
Dengan hanya dua pasangan calon itu, maka pendekatan calon kepada warga sangat kurang. Berbeda jika calonnya banyak, mereka bergantian dan menyebar melakukan pendekatan ke warga agar menggunakan hak pilihnya.
“Mungkin juga kedua pasangan calon yang ada itu kurang menarik di mata masyarakat Medan sehingga malas menggunakan hak pilihnya,” kata Jerry.
Ketiga, karena regulasi yang baru, dimana para pasangan calon tidak bisa leluasa berkampanye, baik itu melalui pemasangan baliho-baliho, iklan di media massa, maupun kampanye di ruang terbuka. “Jenis-jenis kampanye di ruang publik sangat dibatasi oleh regulasi pilkada saat ini,” terangnya.
Keempat, minimnya sosialiasasi yang dilakukan KPU Daerah. Namun, lanjutnya, KPU Medan tidak bisa serta merta disalahkan. Pasalnya, seperti terjadi di daerah-daerah lain, sosialisasi selalu saja tidak ditempatkan sebagai prioritas utama.
“Karena waktunya mepet, KPU Daerah lebih banyak ngurusi soal pencalonan, sosialisasi tidak menjadi prioritas,” pungkasnya.
Sebelumnya, anggota caretaker KIPP Girindra Sandino menyebut tingkat partisipasi di Kota Medan terendah se-Indonesia.
“Medan rekor. Yang tidak menggunakan hak suaranya hampir 76 persen. Kalau dari pernyataan Penjabat Walikota Medan 75,8 persen. Ini luar biasa fatal,” ujar Girindra. (sam/jpnn)