Gubernur NTB Kaji Larangan Ahmadiyah
KH Muhammad Zainul Majdi mengatakan, pemerintah sudah membuka semua opsi untuk mengatasi masalah Ahmadiyah ini. Dijelaskan, opsi yang akan dilakukan adalah melakukan pelarangan terhadap peredaran ajaran Ahmadiyah atau kelompok lainnya yang dinilai menyimpang dari aturan hukum yang berlaku.
Opsi pelarangan itu menurut dia, didasari atas amanat UU dan KUHP tentang penodaan agama dan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri. Dengan begitu, diharapkan masalah serupa seperti yang terjadi pada kelompok Ahmadiyah, tidak muncul kembali di NTB.
''Berbagai cara sudah kami tempuh, termasuk pendekatan secara kekeluargaan,'' kata KHM Zainul Majdi saat dihubungi JPNN, Rabu (18/3).
Diakui kalau pihaknya juga telahg menginstruksikan sejumlah tuan guru, sepuh agama, termasuk Kepala Kanwil Depag NTB untuk berdialog dengan warga Ahmadiyah, tapi hasilnya tetap mentok.
''Jadi, kami saat ini sedang mengkaji opsi pelarangan ajaran ini (Ahmadiyah, Red) di NTB dan dasarnya sangat kuat,'' ungkapnya.
Dikatakan, keberadaan Ahmadiyah yang saat ini sedang bermukim di kawasan Transito Majeluk, Mataram, tetap menjadi tanggungan pemerintah. Diakui memang secara aturan pengungsi, keberadaan warga Ahmadiyah itu sudah tidak layak menjadi pengungsi.
Tapi, karena secara kemanusiaan, mereka tetap berhak memperoleh bantuan berupa sembako dan pemeriksaan kesehatan.
Kendati begitu, gubernur yang akrab disapa tuan guru bajang ini menduga warga Ahmadiyah yang didominasi oleh masyarakat Lombok itu menjadi komoditas oleh struktural Ahmadiyah yang berpusat di London. Pasalnya, setiap kali dilakukan pertemuan kelompok tersebut, acap kali menggunakan juru bicara yang selalu berkiblat pada London.
Karena itu, dia berharap agar warga Ahmadiyah ini dapat kembali berbaur dengan masyarakat dan meninggalkan kesan eksklusif dalam bermasyarakat. Karena dinilai kalau warga Lombok itu umumnya akan menerima kembali warga Ahmadiyah jika mereka benar-benar merubah sikap eksklusifnya tersebut.(sid/JPNN)