Guru Besar Hukum USU Sebut Pelabelan BPA Galon Tidak Ada Urgensinya
jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum persaingan usaha Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait mengatakan pemerintah perlu berhati-hati dalam membuat regulasi agar tidak merugikan masyarakat, termasuk pelabelan BPA galon yang tidak ada urgensinya.
Menurutnya, setiap regulasi yang dibuat pemerintah itu seharusnya melihat juga urgensi dan dampaknya bagi masyarakat dan industri. Bagi industri, kepastian hukum sangatlah penting.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara itu menegaskan dunia industri dan dunia persaingan itu sangat ditentukan oleh regulasi yang dikeluarkan apakah akan menambah beban atau tidak.
"Jadi, kalau peraturan yang dibuat BPOM itu bersifat diskriminatif, itu hanya menguntungkan satu pelaku usaha dan pasti akan menyebabkan keributan. Jangan gitu dong, level playing field-nya mesti sama,” ujarnya pada acara talk show Trijaya bertema “Kasus Etilen Glikol, Pelabelan Kemasan Tidak Boleh Diskriminatif”, Rabu (9/11).
Menurut Ningrum, kalau ada yang sifatnya diskriminatif dan mematikan satu dunia usaha atau satu pelaku usaha tertentu seperti peraturan pelabelan BPA yang hanya dikenakan pada galon guna ulang, itu bisa di-judicial review peraturannya.
“Saya bukan apriori, saya respek sekali kepada BPOM. Tapi bagi saya, sebenarnya nggak tertarik soal pelabelan BPA galon guna ulang ketimbang harus mengurus musibah sirup obat batuk yang menyebabkan banyak anak meninggal,” tambahnya.
Ningrum mengatakan soal pelabelan BPA pada galon guna ulang ini bukanlah kebijakan yang harus dilakukan terburu-buru mengingat belum ada kejadian orang meninggal karena mengkonsumsi air minumnya.
Menurutnya, yang harus diutamakan BPOM itu justru pelabelan bebas etilen glikol pada kemasan yang mengandung zat kimia yang telah menyebabkan banyak anak meninggal dunia.
“Ini sudah jelas-jelas ada bukti bahayanya ketimbang air minum kemasan galon guna ulang. Para ahlinya juga masih ada dispute soal BPA galon guna ulang ini berbahaya atau tidak," ujarnya.