Guru SMA/SMK Dibekali Pemahaman Cegah Terorisme
jpnn.com - JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus menggalakkan program pencegahan paham radikal terorisme di berbagai elemen masyarakat, khususnya pelajar dan generasi muda.
Hal itu dilakukan untuk meredam gencarnya propaganda paham radikal terorisme baik melalui cara-cara konvensional maupun dunia maya. Kali ini BNPT mengumpulkan 1000 lebih guru dan pelajar SMA/SMK, serta Rohis dalam Dialog Pencegahan Paham Radikal Terorisme dan ISIS di Kalangan Guru dan Rohis SMA/SMK Dan Sederajat se-Jabodetabek di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Kamis (9/6/2016).
Kegiatan ini dibuka oleh Sestama BNPT Mayjen TNI R Gautama Wiranegara.
"Propaganda paham radikalisme sudah sangat mengkhawatirkan. Karena itu BNPT hari ini menggandeng para guru dan Rohis SMA Sederajat Se-Jabodetabek sebagai upaya membentengi generasi muda dari penyebaran paham-paham negatif ini," ujar Gautama.
Hadir juga dalam dialog itu anggota Komisi III DPR RI Ahmad Basarah. Dalam paparannya, Ahmad Basarah menegaskan bahwa individualisme, sekularisme, kapitalisme, liberalisme dan isme-isme lainnya merupakan musuh utama bangsa Indonesia.
Isme-isme ini masuk ke negara kita atas nama berbagai isu, demokrasi, HAM , lingkungan hidup, kebebasan dan lain-lain. Ironisnya karena isme-isme ini memiliki agen-agen di Indonesia yang setiap saat melakukan propaganda di tengah-tengah masyarakat kita melalui berbagai cara.
"Munculnya paham komunisme, paham radikalisme dan terorisme, paham khilafah dan lain-lain sebagainya bertujuan untuk menghancurkan negara yang kita cintai ini. Mereka menginginkan kita hidup terkotak-kotak dan saling bermusuhan sebagaimana yang kita saksikan saat ini di beberapa negara Timur Tengah,” kata Basarah.
“Perbedaan mazhab, fanatisme, radikalisme, telah berkumpul semuanya dan berkecamuk antara satu dengan yang lain sehingga menimbulkan konflik yang tiada akhir. Korbannya adalah anak-anak dan mereka yang tak berdosa. Ini tentu tidak diinginkan terjadi di negeri yang kita cintai dan kita tidak rela jika anak-anak kita nantinya hidup dalam konflik," papar Basarah.