Gus Jazil: Guru Diniyah Berperan Penting Dalam Pembangunan Bangsa
jpnn.com, SURABAYA - Peran para guru diniyah atau agama dalam pembangunan bangsa dinilai sangat penting. Bahkan, lahirnya Indonesia juga dipelopori oleh orang-orang yang aktif di bidang diniyah, yakni kalangan santri dan kiai.
“Sebelum ada Indonesia, diniyah itu sudah ada. Sebelum 1945 itu, para kiai sudah mengajar. Bahkan, Indonesia lahir pada 9 Ramadan. Indonesia itu lahir di bulan yang mulia, diproklamasikan saat orang-orang sedang berpuasa. Itu yang menjadi pembeda antara Indonesia dengan negara-negara lainnya,” ujar Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid saat menjadi narasumber pada Sosialisasi 4 Pilar bertajuk Memperkokoh Semangat Cinta Tanah Air bagi Ustadz Madrasah Diniyah Takmiliyah yang digelar MPR bekerjasama dengan Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) di Surabaya, Minggu (5/9/2021).
Menurut Gus Jazil sapaan Jazilul Fawaid, kiprah lembaga diniyah di masa lalu tidak bisa dibantahkan. Semangat keagamaan menjadi penopang dan pendorong kemerdekaan. Ironisnya, hari ini di era pembangunan, kadang sebagian kalangan mengatakan bahwa agama justru menjadi penghambat pembangunan.
”Itu menjadi soal, para guru agama dianggap penghambat pembangunan,” urainya.
Padahal, menurut Gus Jazil, para guru agama justru memiliki peran yang sangat penting terhadap pembangunan bangsa.
”Kalau tidak ada guru-guru agama di kampung-kampung, mungkin perampok akan tambah banyak. Namun, yang diharapkan itu materi, guru diharapkan mencetak orang-orang yang mampu bekerja. Padahal jika hanya urusan materialnya tapi tidak tersentuh pemahaman agama maka akan keropos. Agama dengan dunia itu tidak bisa dipisahkan,” katanya.
Gus Jazil mengatakan dengan anggotanya yang mencapai 27.000 se-Indonesia, organisasi seperti FKDT menjadi sebuah kekuatan dalam pembangunan bangsa. Hal yang perlu dilakukan adalah bagaimana organisasi-organisasi keagamaan bisa memperbaiki manajemennya sehingga perannya bisa lebih optimal dan terlihat.
”Lembaga keagamaan harus memiliki manajemen yang kuat. Pertama untuk pemberdayaan organisasi di dalam dirinya sehingga lembaga keagamaan posisinya tidak di bawah terus, tapi bisa di atas karena memang seharusnya di atas. Kakek saya bilang, profesi yang mulia itu adalah kiai,” ungkapnya.