Gus Yahya: Nahdliyin Jangan Sekadar Memahami NU Sebagai Identitas
jpnn.com, LAMPUNG TENGAH - Calon Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengajak Nahdliyin untuk tidak sekadar memahami NU sebagai identitas.
Dia menyebutkan NU didirikan untuk membawa mandat peradaban.
Pria yang akrab disapa Gus Yahya itu meyakini jila dipahami hanya sebatas identitas, NU hanya jalan di tempat dan baru bergerak jika diserang.
"Namun, tidak ada langkah untuk mengejar suatu tujuan tertentu di masa depan. Ini penting sekali untuk dipahami semua kader NU supaya kemudian siap untuk bergerak bekerja menjalankan agenda-agenda organisasi," kata Gus dalam Ngopi Bareng Gus Yahya, Selasa (21/12).
Menilik sejarah, mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu menjelaskan NU berdiri pada 1926 usai kekhalifahan Turki Utsmani runtuh 2 tahun sebelumnya.
"Kekhalifahan Turki Utsmani ini bisa saya sebut imperium terbesar yang pernah ada sepanjang sejarah. Bisa dibandingkan dengan imperium Iskandar Zulkarnaen," jelasnya.
Gus Yahya menjelaskan keruntuh kekhalifahan Turki Utsmani membuat dunia Islam kehilangan model peradabannya.
“Ketika runtuh, kemudian muncul revitalisasi, moderninasi Islam. Lalu muncul kerajaan baru di Hijaz, Arab Saudi yang dipimpin Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud," terangnya.
Kemudian kata Gus Yahya, salah satu pendiri NU KH Wahab Chasbullah yang sempat berada di Arab menyatakan bahwa Arab Saudi tidak bisa dijadikan model sehingga akhirnya bersama-sama mendirikan NU ini.
"Kesimpulan deduktif saya, pendirian NU ini adalah upaya menemukan format peradaban baru. Pasti skalanya global. Maka lambang yang dipilih adalah lambang jagad, bola dunia," jelasnya.
Atas dasar sejarah berdirinya, Gus Yahya yakin bahwa NU didirikan sebagai upaya merintis dan menemukan format peradaban yang baru untuk menggantikan format lama yang runtuh.
"Mandat NU adalah mandat peradaban. Sebuah mandat raksasa," tegasnya.
Dia mengajak kader-kader NU harus berani berpikir soal ini. Sebab, jika tidak nanti hanya berebut remeh-temeh seperti yang selama ini terjadi.
"Maka mulai sekarang, kita harus membangun mentalitas dan mindset untuk berpikir soal mandat peradaban itu," sebutnya.
Gus Yahya menjelaskan hal itu bukan sesuatu yang sulit, sebab sudah ada sosok yang memulai.
"Gus Dur sudah memulai. Pergulatan politik, pemikirannya sudah bisa kita lihat. Bahwa Gus Dur melakukan perjuangan peradaban," katanya.
Saudara dari Menteri Agama RI KH. Yaqut Cholil Qoumas itu mengatakan saat ini para kader NU harus menghidupkan sosok Gus Dur dengan cara menerapkan pemikiran dan idealismenya di organisasi Islam terbesar di Indonesia itu.
"Maka ber-NU, sama dengan ber-Gus Dur,” jelasnya.
Gus Yahya mengakui upaya untuk menjadikan NU sebagai model peradaban di masa depan butuh perjuangan. Namun, dengan trigger yang kuat, komunikasi, dan kerja sama, semua itu bisa dilakukan.
"Saya sudah bertemu dengan sekitar 474 pengurus cabang se-Indonesia. Lalu terbangun kesepakatan. Bukan soal memilih ketua umum, tetapi sepakat untuk bekerja bersama membangun NU. Ini saja sudah sangat transformatif," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Gus Yahya mengakui dirinya maju terang-terangan sebagai ketua umum PBNU, bukan diminta.
"Saya nyalon ketua umum, melamar pekerjaan. Pekerjaannya apa? Seperti yang saya jelaskan tadi. Bukan karena, jika saya jadi ketua umum NU bisa nyalon presiden, nyalon wakil presiden. Itu saya tidak mau,” tegas Gus Yahya.(mcr8/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru: