Hadapi Ujian Praktik Bagaikan Menunggu Hari Pernikahan
"Kami ingin kompetisi barista Indonesia selevel dengan di negara lain. Apalagi, Indonesia dikenal sebagai salah satu penghasil kopi terbesar di dunia," papar Mira.
Menurut dia, dari segi skill, pengetahuan soal kopi dan profesionalitas, barista tanah air masih tertinggal jauh dari negara lain. Padahal, profesionalisme barista sangat memengaruhi kualitas kopi yang disuguhkan.
"Bagaimanapun bagusnya kualitas kopi dan pengelolaannya, kalau baristanya tidak mampu menyajikan dengan baik, ya percuma saja," sambung Hendri.
Hendri maupun Mira mengakui, sebenarnya Indonesia memiliki sejumlah juri barista yang berpengalaman di luar negeri. Hanya, tidak ada yang bersedia mengikuti sertifikasi juri dunia.
Bahkan, keduanya tidak bisa melupakan dorongan dan peran pakar kopi Tuti H. Mochtar. Perempuan kelahiran London tersebut merupakan petinggi Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI). Tuti selama ini juga dikenal sebagai juri kejuaraan barista di luar negeri. "Hanya, mungkin karena kesibukannya, beliau tidak mengambil sertifikasi WBC," jelas Hendri.
Hendri terjun di dunia perkopian sejak 1999. Awalnya, dia menjadi barista di sebuah coffee shop di Sydney, Australia. Di tempat kerjanya itulah dia berkesempatan mendalami ilmu mengolah kopi.
"Saya disekolahkan perusahaan tempat saya bekerja itu. Setelah dapat ilmu, saya balik ke Indonesia untuk memulai bisnis coffee shop sendiri," paparnya.
Kini Hendri lebih banyak menjalankan perannya sebagai konsultan food and beverages (F&B). "Misalnya, saya dimintai bantuan untuk pendirian coffee shop. Saya bersyukur punya ilmunya," tegasnya. (*/c5/ari)