Hampir Setiap Pekan Ada Pasien Gagal Ginjal Meninggal
Dia menceritakan, pembentukan komunitas itu bisa dibilang tanpa perencanaan. Ide tersebut muncul setelah berbagai diskriminasi diterimanya sebagai pasien cuci darah dengan biaya BPJS kelas III.
Pria asal Medan itu mengungkapkan, banyak ketidaksesuaian yang diterimanya selama menjalani pengobatan.
Mulai pungutan rumah sakit di luar BPJS, kualitas obat yang berbeda, hingga jadwal cuci darah yang seminggu dua kali. Padahal, standar internasional adalah tiga kali dalam sepekan.
“Pasien kelas III baru bisa tiga kali sepekan kalau jantungnya sudah terdampak. Itu (pembatasan dua kali) kan sama saja dengan membunuh pelan-pelan,” ujarnya.
Kegeramannya pun memuncak saat kerelaan istri berbagi ginjal terbentur tagihan biaya Rp 250 juta dan wajib naik ke kelas VVIP.
Padahal, dia merupakan pasien BPJS. Dia menuding ada komersialisasi oleh pihak RS di wilayah Jakarta Pusat tersebut.
Maklum, selama ini pasien BPJS kelas III kerap menjadi korban kebijakan. Tidak hanya didiskriminasi, pasien kerap dimanfaatkan oknum RS untuk mengeruk keuntungan lebih dari negara.
Sadar tagihan tersebut komersial, Tony melakukan protes. Namun, itu sia-sia. Saat itulah dia mulai berpikir untuk berserikat. Sebab, dia yakin suara kelompok yang berserikat jauh lebih disegani daripada protes perseorangan.