Hanya Jerat Penerima, KPK Bikin Curiga
Kamis, 30 September 2010 – 21:41 WIB
JAKARTA - Belum adanya pihak pemberi suap maupun penyandang dana yang dijadikan tersangka dalam kasus traveler cheque (cek lawatan) untuk pemenangan Miranda Gultom pada pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) tahun 2004, semakin mengundang cibiran. Jika KPK hanya menjerat 26 anggota DPR periode 1999-2004 plus 4 politisi lainnya yang sudah diadili, maka hal itu semakin mengundang kecurigaan.
Mantan hakim konstitusi, HAS Natabaya, menilai konstruksi hukum yang dibangun KPK dalam kasus cek lawatan itu lemah jika yang diadili hanya penerimanya saja. "Konstruksi hukumnya, kalau kasus suap itu dua belah pihak. Yaitu penyuap dan yang disuap. Tetapi kenapa KPK hanya menyeret yang disuap?" ujar Natabaya dalam diskusi bertema "Menuntut Keadilan bagi Semua" yang diselenggarakan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) di Jakarta, Kamis (30/9).
Bahkan Natabaya menilai putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap 4 penerima cek lawatan yakni Endin AJ Soefihara, Dudhie Makmun Murod, Udju Djuhaeri dan Hamka Yandhu, merupakan putusan setengah hati. Sebab, soal asal muasal cek lawatan tidak ditelusuri lebih jauh di persidangan. "Penyebabnya, karena KPK masih terfokus pada penerima saja," kata Natabaya.
Penilaian serupa juga dilontarkan ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda. Menurutnya, KPK harus memperjelas pihak yang menjadi pemberi suap. "Telah terjadi lompatan logika dan logika yang dipaksakan," ujarnya.