Harga Gabah Anjlok Jelang Panen Raya, Petani Menjerit
Senada dengan Semiyati, Ketua Gabungan Kelompok Tani 'Tani Makmur' Desa Ketitang, Mulyono, meminta agar pemerintah membatalkan impor beras. Menurutnya, petani tidak meminta banyak dari pemerintah, yang penting pemerintah bisa menjaga harga jual gabah stabil.
“Saya mohon tidak perlu impor beras, biar harga gabah di petani stabil, tidak rendah sekali," tutur Mulyono.
Menurut Pomo, Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan Boyolali, pekan lalu harga jual GKP di lapangan berkisar antara Rp 5.200 sampai Rp 5.300 per kilogram. Namun saat ini, anjlok menjadi Rp4.700 per kilogram di tingkat petani.
Masalah produksi dan kebutuhan beras di Boyolali, menurut Pomo, hingga Desember tahun lalu, daerahnya surplus beras sekitar 540 ribu ton.
"Kelebihan beras dijual untuk memenuhi kebutuhan daerah sekitar, seperti Purwodadi, Demak, dan Semarang. Untuk cadangan juga masih cukup. Barang ada di rumah tangga," ujar Pomo.
Pomo menambahkan bahwa saat ini petani hanya khawatir rencana impor beras di saat panen raya. "Kalau jadi impor, kasihan petani. Nanti malah malas nandur (menanam), karena harga gabah terlalu murah. Apa petani tetap mau nanem, kalau sudah dihantui harga turun, ada impor, ya lemes jadinya,” tambahnya.
Tak beda dengan Ketua Kelompok Tani Timbul Jaya Desa Pleset, Pangkur, Ngawi, Jawa Timur, Purwoto Eko Yuwono. Dia mengatakan, pada awal panen bulan ini, petani bisa menjual GKP seharga Rp 5.200 per kilogram. Namun, saat ini harga gabah anjlok sampai Rp 4.800 per kilogram.
“Awal panen bulan ini harga bagus, petani senang. Tapi, sekarang ini hampir panen raya, semakin hari semakin turun. Petani tentu kecewa karena panen sudah ditunggu tiga bulan, hasilnya untuk bayar utang segala macam, kok harganya malah turun,” kata Purwoto.