Harga Turun, Petani Karet Menjerit
jpnn.com - JAKARTA - Dibutuhkan langkah antisipasi menurunnya harga karet di pasaran. Petani karet harus dilindungi karena menjadi pihak yang paling dirugikan.
Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi IV DPR-RI, Anton Sukartono Suratto. Kata dia, beberapa bulan ini harga karet turun drastis yang membuat para petani khususnya di Kepulauan Bangka Belitung, menjerit.
Dibanding pada akhir tahun 2013, harga karet mampu mencapai Rp.8.000 per kilogram, tetapi saat ini hanya mampu menembus Rp 6500 per kilogram.
"Ini bisa terjadi dalam waktu yang lama. Karena menurut saya, turunnya harga karet sekarang ini baru akibat tidak langsung. Sementara akibat langsungnya adalah ketika nanti krisis Eropa semakin merambah ke negara-negara lainnya,” jelas Anton.
Dikatakan Anton, solusi terbaik yang harus dilakukan adalah dengan mengatur supply dari demand melalui kementerian perdagangan. Untuk mengatasi fluktuatifnya harga komoditas pemerintah harus mampu mendorong pengembangan industri hilir dan industri hulu domestik. Karena pengembangan hilir domestik, menurut Anton dapat mengurangi ketergantungan sektor perkebunan terhadap situasi pasar komoditas primer internasional.
Lebih jauh Anton yang kini menjadi Caleg Partai Demokrat Daerah Pemilihan Jabar V ini menjelaskan, saat ini Indonesia baru memanfaatkan tidak lebih 13 persen produksi karet alam nasional untuk industri hilir. Sementara, katanya, mengingat 85 persen dari luas perkebunan karet Indonesia merupakan perkebunan rakyat, maka mereka mampu menghasilkan produk karet alam sebanyak 2,210 juta ton.
Hal yang sama juga dikatakan Kartini Tilawati, tokoh wanita Bangka Belitung. Kata dia, petani juga harus melakukan antisipasi dengan menurunnya harga karet yang dipengaruhi oleh pasar dunia.
"Nah, mestinya petani tidak hanya mengandalkan produksi karet, tetapi bagaimana agar mereka diiversifikasi tanaman-tanaman yang menguntungkan atau komoditas pertanian lain yang bisa menopang penghidupan mereka,” jelas Kartini.
Lebih jauh Caleg Partai Demokrat Daerah Pemilihan Bangka Belitung ini menjelaskan, selama ini tidak ada skema harga berjangka pada komoditas karet seperti pada komoditas kopi. “Hal inilah mungkin yang bisa dilakukan terhadap komoditas karet alam di Indonesia. Solusi lain mungkin, pemerintah ada baiknya menyediakan dana untuk membeli karet kepada petani hingga mencapai titik harga break event point yang mebuat petani tidak terlalu merugi,” pungkasnya. (jpnn)