Hasil Exit Poll Pemilu di Luar Negeri Dicap Hoaks
Lembaga penyelenggara pemilu ini juga tidak menjawab pertanyaan ABC Indonesia apakah 'exit poll' di Melbourne ini sesungguhnya 'hoaks' dan mengapa, atau apakah dianggap melanggar peraturan pemilu.
Keberatan disebut hoaks
'Exit poll' pemilu di Melbourne dilakukan oleh kelompok sukarelawan non-partisan yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat diaspora Indonesia di kota itu.
Alfred Ginting, salah satu yang terlibat dalam 'exit poll' di Melbourne mengatakan hoaks terjadi jika jajak pendapat tidak terjadi atau dianggap sebagai rekayasa.
"Jelas peristiwanya ada, saksinya masyarakat pemilih yang menjadi responden exit poll. Bahkan anggota Panwaslu beberapa kali menyambangi relawan exit poll," ujar Alfred.
Ia menjelaskan, pernyatan KPU dan Bawaslu yang mengatakan 'exit poll' adalah hoaks "seolah-olah sengaja mengaburkan" arti dari 'exit poll', 'quick count', 'real count', serta "mendeligitimasi semua penghitungan di luar mekanisme KPU" dengan memberi label hoaks.
"KPU dengan sengaja melakukan pembodohan intelektual bagi masyarakat pemilih. Sejak dikembangkan di Amerika pada tahun 60an oleh media massa dan peneliti politik, exit poll telah dipercaya metode yang sahih untuk memberi gambaran peta dukungan politik oleh pemilih," jelas Alfred.
Alfred mengaku untuk metodologi, mereka menggunakan ilmu statistik mengacu pada Daftar Pemilih Tetap di negara bagian Victoria dan Tasmania yang pada tahun 2019 berjumlah 13.429 orang, sementara yang hadir di TPS sebanyak 8.259 orang, atau 62 persen.
Dalam Pemilu tahun ini, DPT di dua negara bagian tersebut sebanyak 12.357 orang. Maka dengan asumsi jumlah 'turnout' yang sama, yakni 62 persen, maka populasi 'exit poll' berjumlah 7.661 orang.