Hasil Survey Ahli Psikologi, Jokowi-JK Dinilai Paling Layak
jpnn.com - JAKARTA - Laboratorium Psikologi Politik Fakultas Psikologi UI bekerja sama dengan Ikatan Psikologi Klinis Indonesia, Ikatan Psikologi Sosial Indonesia, dan Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran, Bandung, memang telah men-survey kepribadian calon presiden dan calon wakil presiden. Menurut beberapa pihak, hasil survey itu bisa menjadi penuntun yang mencerahkan bagi masyarakat dalam menggunakan hak pilih pada Pilpres 9 Juli.
"Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa Jokowi-JK memiliki modal kepribadian yang lebih dari cukup untuk menjadi presiden," kata pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Jakarta Victor Silaen, Jumat (4/7).
Seperti diketahui, hasil survei para ahli psikologi itu diumumkan Prof Dr Hamdi Muluk, Kamis, (3/7). Dia menjelaskan karakter masing-masing capres dan cawapres. Hasilnya, Prabowo disebutkan sebagai sosok yang ambisius, tegas dan berani, sedangkan Jokowi adalah sosok pekerja keras, sederhana dan jujur. Sementara cawapres Hatta Rajasa disebutkan sebagai sosok yang tenang, cerdas dan oportunis, sedangkan Jusuf Kalla disebut sebagai berani, tegas dan cerdas.
Menurut dia, Jokowi sebagai sosok pekerja keras, sederhana dan jujur menjadi modal yang lebih dari cukup untuk memimpin negeri ini. Jokowi, kata dia, merupakan sosok pemimpin yang berbeda dengan model pemimpin yang ada selama ini.
Dia bekerja siang malam, tidak mengenal hari libur, tidak mengenal istirahat, berbeda dengan model sosok pemimpin yang selama ini lebih banyak di belakang meja dan menerima laporan. Jokowi benar-benar melayani rakyat.
"Jokowi bukan tipe pemimpin yang emosional sehingga layak dipilih menjadi pemimpin. Lagi pula dia sederhana dan jujur,’’ tambahya.
Menurut Victor, sosok presiden yang ambisius cenderung tidak mau mendengar masukan dari sekitarnya walau masukan itu sebenarnya baik dan komprehensif. "Sosok yang ambisius hanya mendengarkan suaranya sendiri," imbuhnya.
Dia menambahkan, keberanian memang diperlukan seorang pemimpin, tetapi keberanian yang dibutuhkan negara ini adalah keberanian mengambil keputusan pada saat dibutuhkan dan mengambil risiko, bukan keberanian yang dipersepsikan sebagai berani menghadapi musuh. "Kalau sosok itu emosional maka dalam mengambil keputusan bisa kacau,’’ kata Victor lagi.