Hatta Sambung Rasa Bersama Nelayan Tambaklorok
jpnn.com - SEMARANG - Menko Perekonomian, Hatta Rajasa pagi ini berencana berbagi ilmu dengan nelayan kampung Tambaklorok, Tanjung Mas, Semarang Utara, Jawa Tengah. Sebagai mantan pengusaha yang sukses, pria yang lahir di Palembang, 18 Desember 1953 itu kaya pengalaman mengelola usaha. Itulah yang akan dibagi dari hati ke hati dengan para penangkap ikan yang rata-rata hidupnya masih sulit.
Menurut Hatta, ke depan, persaingan usaha akan semakin sengit. Dunia semakin sempit, dan nyaris tak berjarak. Yang tidak menguasai ilmu, pengetahuan, teknologi, informasi dan akses permodalan, mereka akan semakin terpinggirkan. Sementara, nelayan yang kesehariannya berlabuh mencari rezeki dari tangkapan ikan laut, adalah pihak yang harus memperoleh perhatian khusus.
“Mereka harus maju! Mereka harus berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan,” ucap Hatta Rajasa, Menko Perekonomian, Senin (27/1).
Salah satu hal yang ingin disampaikan Hatta malului sambung rasa bagi ilmu dengan nelayan ini adalah soal KUR, Kredit Usaha Rakyat. Di acara yang dikemas dengan “Sambung Rasa Bagi Ilmu” dengan Nelayan Tambaklorok tersebut, Insinyur Teknik Perminyakan ITB Bandung 1973 itu sekaligus akan menyaksikan pemberian secara simbolik KUR kepada beberapa orang.
“KUR itu tepat untuk usaha mereka, yang rata-rata UMKM. Unit Usaha Kecil dan Menengah. Mereka sudah feasible, tetapi belum bankable,” ungkap Hatta yang juga Ketua Umum DPP PAN itu.
Potensi kelautan dan perikanan di negeri ini, lanjut dia, masing sangat berbuka. Negeri ini sejak dulu dipandang sebagai Negeri Pelaut. Karena itu ada lagu yang amat popular di sekolah-sekolah: “Nenek Moyangku Seorang Pelaut.” Zaman keemasan Sriwijaya, juga dikenal sebagai bangsa pelaut. Mereka berlayar sampai ke Madagaskar di Barat dan Laut China Selatan di utara. “Kita negeri kepulauan. Luas lautan kita lebih besar dari daratan, karena itu potensi lautan kita amat besar,” ucapnya.
Tidak salah, kalau banyak orang Indonesia yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Hanya saja, selama ini mereka masih hidup susah, karena keterbatasan berbagai hal. Perlengkapan, alat tangkap, teknologi kapal, storage, akses permodalan, akses pasar, pengolahan hasil tangkapan dan sebagainya. Belum lagi soal cuaca, seperti sekarang ini. Musim ombak besar, musim angin besar, yang membuat mereka tidak bisa berlayar.
“Saya pernah jadi menteri perhubungan. Saya tahu persis, Seperti saat ini, sedang musim angin besar. Mereka menyebut musim paceklik, mereka bersandar cukup lama,” kata Hatta yang pernah menjabat sebagai Mensesneg (2007-2009), Menteri Perhubungan (2004-2007), Menteri Negara Riset dan Teknologi (2001-2004) itu.