Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Hendardi Sebut Nikita Mirzani Secara Satir Mengkritik Keras Kerumunan Beberapa Hari Terakhir

Minggu, 15 November 2020 – 17:50 WIB
Hendardi Sebut Nikita Mirzani Secara Satir Mengkritik Keras Kerumunan Beberapa Hari Terakhir - JPNN.COM
Nikita Mirzani. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ketua SETARA Institute, Hendardi secara tegas mengkritik negara atau pemerintah karena melakukan pembiaran atas kerumunan massa yang mengiringi rangkaian kedatangan Muhammad Rizieq Shihab (MRS) alias Habib Rizie dari Arab Saudi di antaranya kegiatan-kegiatan safari dakwah, dan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus pernikahan putri MRS.

Menurut Hendardi, pembiaran kerumunan tersebut menjadi paradoks kepemimpinan politik Jokowi dan jajarannya dalam penanganan Covid-19.

“Jangankan kewajiban menjalankan protokol kesehatan, prinsip hukum salus populi suprema lex esto yang selama ini digaungkan oleh para pejabat negara dan aparat keamanan, sama sekali tidak berlaku bagi kerumunan yang diciptakan oleh kedatangan MRS,” kata Ketua SETARA Institute, Hendardi dalam pernyataan persnya, Minggu (15/11).

Menurut Hendardi, asas yang berarti keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi selama ini telah digunakan oleh pemerintah untuk melakukan pembatasan-pembatasan sosial termasuk bahkan digunakan untuk melakukan pembubaran kegiatan-kegiatan yang mengkritisi kinerja pemerintah.

Para pihak, sejauh ini hanya menyampaikan imbauan agar kerumunan itu menerapkan protokol kesehatan sama seperti Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Nikita Mirzani yang secara satir mengkritik keras kerumunan dalam beberapa hari belakangan ini.

Padahal, menurut Hendardi, tugas pemerintah adalah mengambil tindakan hukum. Sungguh peragaan tata kelola pemerintahan yang melukai para dokter dan perawat yang terus berjuang, para siswa-siswi sekolah yang sudah jenuh dengan belajar daring, dan para korban PHK (pemutusan hubungan kerja) yang tidak bisa menggapai impiannya untuk terus bekerja, akibat ganasnya Covid-19.

Lebih lanjut, Hendardi mengatakan pilihan politik akomodasi Jokowi terutama sejak merangkul Prabowo Subianto, membiarkan eks Tim Mawar menduduki jabatan, obral Bintang Mahaputera ke sejumlah elite oposisi adalah ijtihad politik keliru.

Orientasi politik akomodasi adalah terciptanya stabilitas politik dan keamanan. Tetapi akomodasi pragmatis tanpa basis ideologi dan gagasan justru telah menyandera Jokowi dalam kalkulasi-kalkulasi politik pragmatis.

Prinsip hukum salus populi suprema lex esto yang selama ini digaungkan oleh para pejabat negara dan aparat keamanan, sama sekali tidak berlaku bagi kerumunan yang diciptakan oleh kedatangan Habib Rizieq.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News