Heroik, Penjahit Merah Putih Pertama Hadir Saat Upacara HUT RI
Aminah tahu itu momen istimewa. Maka ia mengenakan kebaya kutubaru terbaiknya. Kebaya merah muda itu tampak kontras dengan kerudung kuningnya. Sepasang sandal jepit mengalasi kaki-kaki tuanya. Ia khidmat mengikuti jalannya upacara. Meski tak bisa lagi berkomunikasi, tatapan matanya menyiratkan haru, juga bangga.
Nenek 12 cucu itu adalah satu-satunya saksi sejarah semangat rakyat Tidore untuk bergabung dengan NKRI yang masih hidup. ”Nenek Aminah yang jahit bendera dengan serat nanas karena tak ada benang. Kainnya diambil dari kain merah putih untuk Salai Jin (tarian tradisional, red),” kata Lurah Mareku Gani Ali usai pengibaran bendera.
Upacara bendera sederhana itu merupakan ide para pemuda Mareku. Tiap tahun, tradisi ini terus terjaga. Pada dasarnya, anak muda memang harus tumbuh dengan kebanggaan akan bangsanya.
Gani Ali tampil sebagai irup, dan para siswa-siswi SMA Negeri 10 Tidore dan Madrasah Aliyah Swasta Mareku menjadi peserta upacara. Upacara ini juga dilengkapi iringan 'marching band' dari para siswa. Warga Mareku turut serta memberi penghormatan.
Saat Merah Putih dikibarkan, suasana haru begitu mengental. Tak sedikit airmata mengalir ketika memberikan hormat pada Sang Saka Merah Putih. Keharuan semacam inilah yang tak ingin dihilangkan.
”Dengan melestarikan tradisi ini, berarti ada pula upaya pelestarian terhadap ingatan akan sejarah. Kami juga ingin peristiwa bersejarah itu diketahui seluruh masyarakat di penjuru tanah air,” tandas Ketua Panitia Pengibaran Bendera Saiful Hi Ghani.(JPG/far/kai/fri)