HMS Center: Kasus Rafael dan Eko Pembuka Kotak Pandora Gaya Hedonis Pejabat DJP dan DJBC
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum (Ketum) Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center Hardjuno Wiwoho mengaku sangat prihatin dengan mencuatnya kasus kekayaan tak wajar dan gaya hidup hedonisme pegawai Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di era Menkeu Sri Mulyani.
Mirisnya lagi, kasus ini terbongkar pada saat ekonomi Indonesia baru mulai pulih setelah dihantam Pandemi Covid-19 selama tiga tahun terakhir.
Hal ini menjadi pembuka kotak ‘Pandora’ atas kejanggalan jumlah harta kekayaan pribadi dan perilaku hedonis di kalangan pejabat DJP Kemenkeu.
Apalagi, sudah menjadi rahasia umum bahwa sejak era Orde Baru, para pejabat di lingkungan DJP dan DJBC Kemenkeu memiliki harta kekayaan yang cukup fantastis.
“Dan, tidak sesuai dengan normal ‘Take Home Pay’ atau gaji resmi yang diterima setiap bulan sebagaimana peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia (PGPS) yang ada jika ditelusuri ‘termasuk Tunjangan Khusus’ yang diterimanya pula secara formal,” ujar Hardjuno di Jakarta, Selasa (7/3).
Seperti diketehui, di akhir periode kedua Presiden Jokowi berkuasa tahun 2019-2024 tercoreng oleh ulah dua orang pejabat di Kemenkeu, yaitu Pejabat Eselon III alias Kabag Umum Kanwil Pajak Jakarta Selatan Rafael Alun Trisambodo dan viralnya pamer harta Kepala Bea Cukai Jogyakarta yang juga baru Eselon II, Eko Darmanto.
Oleh karena itu, menurut Hardjuno, pengusutan tuntas atas harta kekayaan tidak wajar kedua pejabat Kemenkeu ini hasus menjadi pintu masuk untuk menelusuri dan memeriksa harta kekayaan pejabat-pejabat di Kemenkeu yang lainnya.
Sebab, patut diduga masih banyak pejabat di Kemenkeu yang memiliki harta jumbo tetapi belum terungkap.