Ibas Dorong Pengrajin Gerabah Tetap Eksis dan Berkembang di Masa Sulit
jpnn.com, NGAWI - Gerabah merupakan salah satu warisan khas Indonesia yang sudah ada sejak zaman prasejarah. Perkakas berbahan dasar tanah liat ini masih terus dimanfaatkan masyarakat hingga kini.
Warga Desa Kartoharjo, Ngawi, Jawa Timur bahkan sudah lebih dari 60 tahun memproduksi kerajinan gerabah. Para pengrajin yang tergabung dalam UMKM Pokmas (kelompok masyarakat) Elang ini setidaknya mampu memproduksi 20 gerabah per hari.
Meskipun demikian, para pengrajin mengeluhkan penjualan gerabah saat ini kurang laku di pasaran, sejak adanya perkakas berbahan plastik yang dinilai lebih ekonomis.
Selain itu, proses produksi juga masih menggunakan cara manual dan bahan pokok tanah liat masih terkendala.
Mendengar keluhan tersebut, Anggota DPR RI Dapil Jawa Timur VII Edhie Baskoro Yudhoyono meninjau langsung UMKM Pokmas Elang, Jumat (14/4).
“Promosi kerajinan gerabah harus terus ditingkatkan dan terus didorong. Karena sebetulnya pangsa peminat gerabah masih ada. Selain itu mestinya market bisa saja berbeda dengan plastik, sejauh kualitas, variasi dan harga tepat; hasil gerabah masih selalu di hati. Tidak kalah juga dengan negara-negara luar yang memproduksi guci atau vas dari keramik, Indonesia punya gerabah. Apalagi yang bisa dibentuk menjadi sesuatu yang menarik, dijual dengan kualitas bagus dan harga terjangkau,” ujar Ibas, sapaan akrab Edhie.
Dalam kesempatan tersebut, Ibas juga melihat langsung proses produksi gerabah. Ia sangat salut dengan semangat para pengrajin yang didominasi orang tua dan lansia.
Meskipun usianya tidak lagi muda, mereka tetap telaten memproduksi gerabah. Proses pembuatan gerabah memiliki tahapan yang cukup panjang, mulai dari persiapan tanah liat, proses pembuatan gerabah yang dilakukan secara manual, pembakaran, hingga tahap finishing.