Ikhtiar dari Solo agar Gamelan Menembus UNESCO
Menuju UNESCO 2021, Bungkus
Ternyata ada persoalan nama yang mengusik tim dalam membuat usulan tentang gamelan. Sebab, gamelan tidak hanya ada di Surakarta dan Yogyakarta, tetapi juga berkembang di Jawa Barat, Lombok, Bali, Sumatera, dan Kalimantan.
“Kami saat itu mengatakan, 'monggo mau menggunakan Gamelan Nusantara atau Gamelan Indonesia',” papar Aton.
Kemendikbud kemudian membuat tim baru dengan tetap mempertahankan tim lama dari Surakarta.
Akhirnya terbentuklah tim gabungan beranggotakan unsur Pusat Penelitian Kebijakan Kemendikbud, serta Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) dari Jakarta, Yogyakarta, Bali, Jawa Barat, Sumatra dan Kalimantan, yang kemudian bersama-sama melakukan riset tentang gamelan.
Aton mengatakan tim dari Solo saat itu mendapat jatah melakukan riset di Banjar (Kalimantan Selatan), serta Surabaya dan Madura (Jawa Timur).
Dalam riset itu, tim tidak hanya mengumpulkan data baru dan bertemu dengan masyarakat pemilik gamelan. Sebab, tim juga mendokumentasikan dan meminta dukungan dari komunitas-komunitas yang menjadi subjek penelitian.
“Ada beberapa kali rapat waktu itu. Akhirnya, ada satu kata yang mencuat, bungkus!” kata Aton lalu tertawa.
Pada 2020, pemerintah meminta tim mengubah surat dukungan yang sebelumnya ditulis menggunakan bahasa Indonesia menjadi berbahasa Inggris.