Ingat, Hampir di Semua Rezim Ada Korupsi Besar Terungkap
jpnn.com, JAKARTA - Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menyatakan tidak setuju jika praktik korupsi disematkan pada satu kepemimpinan tertentu.
Pasalnya, menurut dia, tindak pidana korupsi di Indonesia hampir terjadi di setiap rezim pemerintahan yang berkuasa.
"Jika dibandingkan, semua zaman ada. Kalau dilihat dari kuantitas, maka sulit diukur. Zaman BLBI di Ibu Mega berapa kerugian negara? Apakah zaman Soeharto ada korupsi besar? Zaman SBY ada kasus Bank Century," ujar Pigai
Dikatakan, di era pemerintahan saat ini, juga ada sejumlah kasus korupsi yang terungkap. Banyak kepala daerah yang terkena OTT KPK.
“Ketua DPR RI (Setya Novanto, red) masuk penjara, kasus Reklamasi, e-KTP, Meikarta, Bakamla, Transjakarta, dan lain-lain. Maka kalau ICW menyatakan zaman Soeharto korupsinya besar, saya kira mereka tidak profesional dan objektif," sambungnya.
Lebih lanujut Pigai mengatakan, Indonesia saat ini lebih banyak menganut faham birokrasi patrimonial. Penguasa membagikan sumber daya kekuasaannya kepada pihak yang bisa dipercaya dan memiliki pengaruh besar di masyarakat untuk menjaga keberlangsungan dan stabilitas kekuasaannya.
"Kita tidak pakai birokrasi Weber yang rasional. Oleh karena itu, KKN sudah melekat. Ditambah dengan dagang pengaruh (trading influence). Seorang memerdagangkan jabatannya untuk meraih sesuatu (suap). Nah, koruptor di Indonesia rata-rata masuk penjara karena jabatan," katanya.
Sementara, lanjut Pigai, bagi pihak yang melakukan dagang pengaruh memiliki aksesibilitas dalam mencari pelindungan politis maupun ekonomi dalam struktur kekuasaan tersebut. Hubungan tersebut berlangsung dalam pertukaran keuntungan yang dijaga dengan rapi oleh kedua belah pihak.