Ingat, Kontestan Pileg adalah Parpol, Bukan Orang
jpnn.com - JAKARTA – Plt Direktur Politik Dalam Negeri Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Polpum Kemendagri) Bahtiar Baharuddin mengatakan, sistem proporsional terbuka tidak menjamin terciptanya kedekatan calon anggota legislatif (caleg) dengan pemilih.
“Logika dan asumsi bahwa sistem proporsional terbuka akan mendekatkan caleg dengan pemilih, pada kenyataan praktek pemilu legislatif tahun 2014, ternyata logika itu umumnya tidak terjadi di lapangan,” ujar Bahtiar, Jumat (29/7), saat dimintai tanggapan oleh wartawan terhadap pendapat sejumlah pemerhati pemilu.
Diketahui, sejumlah pemerhati pemilu yang tergabung dalam Sekretariat Bersama untuk Kodifikasi Undang-Undang Pemilu, tetap mendorong diterapkannya sistem proporsional terbuka pada pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2019 mendatang.
Menurut anggota Sekretariat Bersama Kodifikasi UU Pemilu Masykurudin Hafidz, sistem proporsional terbuka diyakini dapat meningkatkan keterkaitan hubungan antara caleg dengan pemilih.
"Dalam sistem proporsional terbuka pemilih dapat langsung memilih caleg sesuai dengan yang diinginkannya, tanpa ditentukan dengan partai politik. Artinya hubungan antara caleg dan pemilih akan semakin erat," ujar Masykurudin, Kamis (28/7).
Bahtiar mengatakan, yang terjadi dalam praktek di lapangan adalah umumnya masyarakat pemilih baru tahu secara lengkap berbagai pilihan siapa calon DPR, calon DPRD Provinsi, dan siapa calon DPRD kabupaten/kota, ketika si pemilih masuk kedalam bilik suara secara si pemilih membuka surat suara.
“Bahwa ada calon legislatif yang pemilih kenal sebelum hari pencoblosan adalah benar tapi sangat terbatas pada caleg-caleg tertentu yang dananya banyak untuk bikin alat-alat kampanye dan yang populer. Sedangkan calon berkualitas tapi tidak punya dana untuk membuat alat-alat kampanye menjadi kurang dikenal,” ujar doktor ilmu pemerintahan itu.
Lebih lanjut, Bahtiar mengajak semua pihak untuk memahami esensi pemilu.