Ingat, Tarif Interkoneksi tak Tepat Picu Iklim Usaha Tidak Sehat
jpnn.com - JAKARTA – Rencana pemerintah menurunkan tarif interkoneksi mendapat sorotan. Pemerintah diungatkan bahwa kebijakan penurunan tarif interkoneksi yang tidak tepat dinilai bisa memicu praktek monopoli terutama di luar Pulau Jawa.
Kondisi tersebut akan merugikan konsumen sehingga perlu mendapat perhatian khusus dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo mengatakan, jika kebijakan pemerintah tidak tepat, monopoli di luar Pulau Jawa terjadi, maka yang paling dirugikan atas tindakan operator itu adalah konsumen.
Memang, operator itu memiliki keunggulan jangkauan terluas di Tanah Air, dengan jaringan yang menumpang pada induk usahanya.
Namun kondisi tersebut malah dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan tinggi dari masyarakat Indonesia. "KPPU harus buat fatwa karena betul konsumen tidak punya pilihan," ujarnya kemarin (23/6).
Diketahui, ada perbandingan harga yang menggambarkan betapa mahalnya tarif telepon Telkomsel. Misalnya di Papua, operator itu mengambil keuntungan berkali-kali lipat dibandingkan pesaingnya, Indosat Ooredoo. Rinciannya, pelanggan dikenai biaya Rp 1000/60 detik ketika menelpon sesama pelanggan Telkomsel.
Kondisi ini berbeda jauh dengan Indosat yang hanya mengganjar pelanggan dengan tarif Rp 1/detik untuk menelpon sesama pengguna Indosat.
Tak hanya itu, di Pulau Jawa sendiri, perbandingan harga antar dua operator telekomunikasi ini terlampau jauh. Indosat mematok harga Rp 1000/menit menelepon ke semua operator, sementara Telkomsel mengenakan Rp 508 – 1.435/30 detik dengan layanan serupa.