Ini Bukti Trump Menang Pilpres Berkat Golput
Pemilih pemula dan pemilih muda yang berusia di bawah 30 tahun mendukung Clinton. Namun, mereka juga merupakan penyumbang terbesar golput, yaitu mencapai sepertiga.
Jika diperkirakan, di antara 8 pemilih, hanya 1 yang berusia di bawah 30 tahun. Dengan kata lain, dukungan mereka kepada Clinton tak berpengaruh karena tak direalisasi dengan memberikan suara ke TPS.
The Washington Post melansir, jika saja banyak warga dengan rentang usia tersebut yang datang ke TPS di Wisconsin, Pennsylvania, dan Michigan, misalnya, sejarah akan berubah. Kenyataannya, kelompok-kelompok yang sangat mendukung Clinton malah menjadi bagian terbesar dari golput.
Kasus seperti yang terjadi di AS bukanlah satu-satunya. Saat pilpres Prancis berlangsung pada 2017, 9 persen pemilih memutuskan untuk menyerahkan balot kosong. Mereka tidak memberikan suara untuk Emmanuel Macron maupun Marine Le Pen.
Di Prancis, itu menjadi bentuk protes karena tidak ada kandidat yang mereka anggap layak. Jumlah mereka lebih dari 4 juta orang.
Selain itu, masih ada 11,5 juta penduduk yang memilih abstain. Di pilpres putaran terakhir, tagar #NiÂMarineNiMacron (Bukan Marine maupun Macron) bertebaran di media sosial. Macron dianggap tak membawa program yang kuat, sedangkan Marine Le Pen merupakan fasis.
"Tagar itu menunjukkan bagaimana masyarakat dan pandangan politik telah berubah dan bagaimana mereka mencoba mengambil lagi miliknya, yaitu demokrasi," ujar Rim-Sarah Alouane, peneliti hukum publik di University of Toulouse, seperti dilansir CNN.
Berbeda dengan di AS, di Prancis kelompok golput malah berkampanye. Mereka mengajak penduduk untuk tak datang ke TPS. Ajakan boikot pemilu itu menguat di kalangan pemilih muda. (sha/c11/ttg)