Ini Kejanggalan Vonis Ahok Menurut Bu Yenti
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat hukum Yenti Ganarsih menilai vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) untuk Basuki T Purnama cukup janggal.
Dosen di Universitas Trisakti itu bahkan mengaku tak menyangka majelis hakim memutus Ahok -panggilan akrab Basuki- bersalah dalam perkara penodaan agama dan menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dengan diikuti perintah penahanan.
Yenti mengatakan, dirinya bisa menghormati putusan pengadilan. Namun, vonis pengadilan bukan berarti tak boleh dikritisi.
Menurut Yenti, jaksa penuntut umum (JPU) menggunakan dakwaan alternatif untuk Ahok, yakni Pasal 156 KUHP tentang penghinaan terhadap suatu golongan dan 156a KUHP tentang penodaan agama. Artinya, kata Yenti, majelis hakim bisa memilih satu dari pasal yang didakwakan.
“Namunm bukan memilih begitu saja, tapi ada alurnya. Yaitu setelah ada proses pembuktian oleh jaksa penuntut umum," ujar Yenti, Jumat (12/5).
Akademisi yang dikenal sebagai pakar hukum tindak pidana pencucian uang itu menambahkan, ketika JPU menyatakan Pasal 156a KUHP tidak bisa dibuktikan, maka sesuai ketentuan hakim tidak lagi memilih pasal tersebut untuk menjatuhkan putusan. Sebab, Hakim hanya tinggal menentukan apakah terbukti atau tidak atas dakwaan pasal 156.
"Perlu diingat, bahwa yang punya kewajiban membuktikan adalah JPU, bukan hakim. Ini didasari adanya adagium siapa yang menuduh atau mendakwa, dialah yang membuktikan,” tuturnya.
Karenanya, ketika JPU perkara Ahok menganggap Pasal 156 A tidak terbukti, maka yang digunakan dalam tuntutan adalah Pasal 156 KUHP. Sedangkan hakim, kata Yenti, perannya bukan untuk membuktikan.