Inikah Daftar Merah Sudirman di Mata Jokowi-JK?
jpnn.com - JAKARTA - Menteri ESDM Sudirman Said sudah lama diterpa rumor bakal menjadi salah satu menteri yang kena reshuffle. Sudirman dianggap banyak pihak punya masalah dalam kabinet kerja racikan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Satu di antaranya adalah saat Presiden Jokowi menyinggung proyek pembangunan listrik 35 ribu MW yang dianggap lambat. Teguran itu, justru memantik sumbu pertikaian antara Kementerian ESDM dan PLN. Tidak lama setelah disentil Jokowi, Kementerian ESDM mendesak dan mengultimatum agar Direktur PLN Sofyan Basir menyerahkan revisi RUPTL.
Polemik antara Kementerian ESDM dan PLN setelah itu makin terlihat. PLN tidak setuju dengan tarif PLTMh yang ditentukan Kementerian ESDM dan mengeluarkan harga patokan sendiri. Kementerian ESDM merasa PLN lancang karena tidak mengikuti aturan. "Padahal, tidak ada aturan yang dibahas tanpa PLN," kata Sudirman terkait itu, beberapa waktu lalu.
Belakangan, saat coffee morning di Ditjen Ketenagalistrikan 22 Juli lalu, tidak akurnya Kementerian ESDM dan PLN kembali mengemuka. Secara blak-blakan Sudirman menuding Sofyan Basyir tidak kooperatif karena tidak mau datang ke acara penting ESDM. Saat coffee morning itu, PLN hanya diwakili oleh Nicke Widyawati, Direktur Perencanaan Korporat PLN.
Jauh sebelumnya, Sudirman Said sudah dianggap membuat gaduh saat berseteru soal ladang gas di Blok Masela, Laut Arafuru. Sudirman dan Menko Maritim Rizal Ramli tidak segan-segan saling melempar opini mana yang terbaik untuk pengembangan Blok Masela.
Sudirman juga pernah menjadi sorotan saat hendak merevisi PP 74/2014 yang mengatur soal perpanjangan kontrak tambang.
Padahal, seharusnya perpanjangan kontrak bisa dilakukan dua tahun sebelum habis. Heboh keinginan PT Freeport Indonesia untuk bisa mempercepat proses negosiasi kontrak membuat langkah ESDM untuk merevisi aturan itu dituding mengakomodir kepentingan Freeport.
Freeport yang kontraknya habis pada 2021 harusnya baru bisa mengajukan perpanjangan kontrak pada 2019. Saat itu, Sudirman berdalih investasi yang besar butuh kepastian kontrak. Dia juga menegaskan kalau keputusan itu tidak untuk Freeport saja. Polemik berhenti ketika Presiden Jokowi menegaskan tidak akan memperoanjang kontrak Freeport dengan cara yang lebih cepat melalui mekanisme apapun. (tim jpnn)