Inilah Bentuk Cinta Tulus pada Tanah Air, Luar Biasa!
Kecanggihan DiaSen, alat ciptaan Tulus ini ada di metode pengujian. Penderita atau non penderita bisa melihat kadar gulanya hanya dari napas, tanpa melewati proses “penyiksaan” (pengambilan darah). Deteksinya pun mudah hanya dengan menggunakan sistem mobile.
"Deteksi diabetes bisa dilakukan lewat darah, urine, dan napas. Sengaja saya ciptakan teknologi yang hanya lewat napas karena orang tidak repot-repot harus ambil urin atau darah. Untuk mengetahui apakah kena diabetes atau tidak hanya dilihat dari gas asetun. Gas asetun penderita dan non-penderita sangat berbeda. Saya punya materialnya yang bisa mengetahui itu cuma itu rahasia,” bebernya.
DiaSen digunakan dengan cara meniupkan napas melalui pipa steril ke dalam ruang uji yang terdapat sensor di dalamnya. Dan hasil pengujiannya dikirimkan ke handphone melalui komunikasi bluetooth.
Alat ini menurut Tulus sudah dipatenkan sejak tahun lalu. Sayangnya, alat ini belum diproduksi secara masal. Baru Rumah Sakit USU yang menggunakannya. Tulus juga menjual alat DiaSen ini seharga Rp 499 ribu.
Sebenarnya, Malaysia sudah menawari Tulus untuk mengembangkan DiaSen ini dengan biaya riset Rp 3 miliar. Sementara Perancis menawarkan dana tanpa batas untuk dikembangkan di negara tersebut. Namun, tawaran menggiurkan itu ditolak ayah tiga anak ini.
Tulus ingin alat ciptaannya itu bisa digunakan untuk pelayanan kesehatan di Indonesia. Mengingat angka penderita diabetes di Indonesia sangat tinggi.
International Diabetes Federasi (IDF) Atlas 2017 edisi ke-8 mengungkapkan jumlah penderita diabetes di Indonesia telah mencapai angka 10,3 juta orang. Angka tersebut diprediksi terus meningkat hingga 16,7 juta pada 2045.
"Saya ingin menyumbangkan tenaga dan pikiran saya untuk kemajuan bangsa. Kalau teknologi temuan anak bangsa dikembangkan di luar negeri kapan Indonesia bisa maju?" ucap pria kelahiran Pangkalan Brandan, 16 Juli 1974.