Inilah Potensi Ekonomi dari Pembentukan Badan Penerimaan Negara di Bawah Presiden
jpnn.com - JAKARTA - Pembentukan badan khusus penerimaan negara dinilai bisa meningkatkan pendapatan negeri ini. Isu pembentukan badan khusus penerimaan negara itu kembali muncul setelah Calon Wakil Presiden RI nomor urut 2 di Pilpres 2024 Gibran Rakabuming Raka menyinggung hal tersebut dalam debat cawapres, Jumat (22/12) lalu.
Menurut Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya Malang Hendi Subandi, rencana itu sebenarnya bukan hal baru. Rencana Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi badan otonom langsung di bawah presiden, sudah menjadi pembahasan beberapa tahun lalu. Sebab, pajak sangat berkontribusi pada pembangunan negara, dengan persentase lebih dari 70 persen.
"Dengan kontribusi yang besar ini, tidak bisa lagi (DJP) tergantung di kementerian atau lembaga, karena akan repot pergerakannya. DJP bisa berada di luar kementerian tapi harus ada majelis atau pihak yang mengontrol sebagai pengawas," ucap Hendi, Jumat (29/12).
Dia menilai saat ini efektivitas DJP sudah berjalan baik dalam meningkatkan pendapatan negara. Dalam 10 tahun terakhir, angka penerimaan pajak negara naik sebelum adanya pandemi Covid-19.
Pada 2014, penerimaan negara mencapai Rp 985,1 triliun atau 91,9 persen dari target Rp 1.072 triliun. Kemudian, pada 2015 realisasi penerimaan Rp 1.055 triliun (81,5 persen dari target). Lalu, pada 2016 mecapai Rp 1.283 triliun (83,4 persen), 2017 sebesar Rp 1.147 triliun (89,4 persen), 2018 senilai Rp 1.315,9 triliun (92 persen), 2019 ialah Rp 1.332,1 triliun (84,4 persen).
Pada 2020 di saat pandemi Covid-19 mulai menyerang, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 1.070 triliun (89,3 persen). Lalu, pada 2021 mencapai Rp 1.278,6 dan pada 2022 sebesar Rp 1.716,8 triliun.
Meski capaian ini terbilang baik, kinerja DJP sebenarnya bisa bergerak lebih cepat ketika berdiri sendiri.
Karena DJP saat ini berada di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu), maka ketika ada kebutuhan seperti penambahan sumber daya manusia (SDM), anggaran atau birokrasi lainnya, tidak bisa langsung dilaksanakan.