Insaf Jadi Bandar Narkoba, Kodrat Kini Tekuni Melukis Kain
Senin, 10 Desember 2018 – 21:32 WIB
Dalam situasi tersebut, Bimo menjadi bandar. Perhitungannya sederhana. Setidaknya, dengan menjadi bandar, dia masih bisa pakai narkoba dengan gratis. Tidak sampai tekor dan harus jual perabot rumah seperti pecandu pada zaman itu. ''Saya biasa memakai sistem ranjau. Bedanya dengan sekarang, pada zaman saya, untuk sistem ranjau barangnya besar-besar. Sekarang 1 gram saja diranjau,'' katanya.
Namun, situasi berubah empat tahun kemudian. UU Narkoba dan Psikotropika diteken. BNN dibentuk. Polisi membuat Direktorat Reserse Narkoba. Perang terhadap narkoba dicanangkan. Para bandar dan pengedar ditindak tegas. Ada yang ditembak mati. Ada yang sedikit beruntung hanya ditembak kakinya. ''Saya termasuk yang beruntung. Tak pernah tertangkap,'' kenangnya. Tapi, dia mengaku berkali-kali dikejar polisi. ''Untungnya, saya selalu lolos,'' tambahnya.
Gelombang penangkapan yang menimpa rekan-rekannya itu membuat Bimo berpikir ulang soal kehidupannya. Apalagi setelah salah seorang sahabatnya sekarat karena overdosis putau. ''Bagaimanapun, saya masih punya perasaan. Apa iya sih saya harus hidup begini terus?'' tambahnya.