Isu Reklamasi Teluk Jakarta Senjata untuk Menghantam Jokowi
Prediksi ini semakin diperkuat dengan pernyataan anggota tim sinkronisasi Anies-Sandi, Marco Kusumawidjaja, yang menyatakan tidak akan membayar ganti rugi kepada para pengembang. Alasannya, pembangunan reklamasi dinilai menyalahi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta menunjukkan, sektor properti (real estat dan konstruksi) setiap tahun menyumbang rata-rata 19% dari total Produk Domestik Regional Bruto. Angka ini merupakan nilai awal saat proyek dilakukan, sehingga belum memperhitungkan dampak ikutan (multiplier effect) dari proyek properti secara keseluruhan.
Ali Tranghanda, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, menyatakan langkah pemerintah baru provinsi Jakarta yang menolak memberikan biaya ganti rugi merupakan suatu bentuk kejahatan.
Sebab, pengembang sudah menginvestasikan dana besar hingga triliunan rupiah. Pembangunan pulau-pulau reklamasi juga telah memenuhi aturan yang dibuat pemerintah sendiri.
"Seharusnya biaya pembangunan yang sudah dikeluarkan pengembang bisa diganti. Ini menjadi sesuatu yang lucu ketika tanah reklamasi sudah dibangun, lalu nantinya dibangun fasilitas publik oleh pemerintah provinsi, itu namanya merampok pengembang," kata Ali.
Secara etika bisnis, menurut Ali, hal tersebut sangat tidak bagus. Padahal, pemerintah provinsi dan pengembang saling membutuhkan satu sama lain.
"Ini secara bisnis tidak fair dan akan menjadi preseden buruk. Penghentian reklamasi akan memunculkan gugatan-gugatan yang berlangsung panjang," kata Ali.
Selain itu, kebijakan tersebut akan menjadi ironi di tengah Indonesia yang baru saja menyandang predikat layak investasi (investment grade). Penghentian reklamasi hanya akan membuat investor berpikir ulang untuk menempatkan dananya di Indonesia. (rmol/jpnn)