Isyarat Kuat Harus Turuti Maunya Abu Sayyaf
jpnn.com - JAKARTA - Ketua Komisi I DPR Mahfudz Sidik mengatakan, pertempuran yang menewaskan 18 tentara Filipina tidak terkait dengan 10 WNI yang saat ini disandera kelompok Abu Sayyaf.
Menurutnya, lokasi operasi militer Filipina itu di pulau yang berbeda dan jauh dari tempat WNI disandera.
Operasi tersebut menurut Mahfudz, menambah daftar panjang gagalnya misi yang dijalankan pemerintah Filipina di kawasan selatan itu.
"Bagi Indonesia, itu memberikan isyarat penting bahwa memang untuk pembebasan 10 WNI harus mempertimbangkan pendekatan kemanusiaan melalui jalur negosiasi meskipun ini tidak mengenakkan Indonesia. Tapi Indonesia harus prioritaskan keselamatan WNI, maka mau tidak mau ambil jalur negosiasi," kata Mahfudz di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Senin (11/4).
Dijelaskan Mahfudz, sejak hari kedua penyanderaan, PT Patria Maritime Lines selaku perusahaan yang mempekerjakan 10 orang tersebut sudah menyiapkan uang tebusan 50 juta peso atau senilai Rp 14,3 miliar. Mereka juga telah melakukan komunikasi dengan kelompok Abu Sayyaf.
"Makanya saya dorong melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk komunikasi semakin diintensifkan dan kalau ada kesepakatan antara penyandera dan perusahaan maka kewajiban pemerintah untuk mendampingi dan memfasilitasi pembebasan," tegasnya.
Tapi politikus PKS itu mengaku tidak tahu perkembangan komunikasi dua pihak seperti apa. Yang pasti, ada warga negara Italia yang dibebaskan dengan tebusan.
"Opsi militer tidak memungkinkan dan tidak menjamin keberhasilan dan tidak bisa menjamin keselamatan sandera. Karena itu harus realistik dan pertimbangkan opsi kemanusiaan," pungkasnya.(fas/jpnn)