Jadikan 4 Santriwati Budak Nafsu, Pengasuh Ponpes Dikurung 13 Tahun
jpnn.com - PASURUAN - Abdul Wahid, 67, bakal menua di penjara. Pengasuh sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Sukorejo itu diganjar hukuman setimpal. Atas perbuatannya mencabuli empat santriwati, dia divonis 13 tahun penjara kemarin (4/6).
Dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Bangil kemarin, lelaki yang biasa disapa Gus Wahid tersebut dinyatakan majelis hakim terbukti bersalah. Selain kurungan badan 13 tahun, dia diwajibkan membayar denda Rp 60 juta. Jika tidak membayar, yang bersangkutan harus mengganti dengan kurungan badan tiga bulan.
Majelis hakim menyatakan, terdakwa terbukti melanggar pasal 81 ayat 2 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 KUHP. Perbuatan terdakwa itu dilakukan berkali-kali terhadap empat santriwati yang masih di bawah umur.
Sidang pembacaan putusan tersebut digelar sejak pukul 12.30. Jika sebelumnya tertutup, kemarin sidang terbuka untuk umum. Massa dari dua kubu yang pro dan kontra terdakwa tetap memenuhi gedung pengadilan.
Kondisi itu membuat polisi bertindak antisipatif. Sekitar 90 aparat Polres Pasuruan dikerahkan untuk melakukan pengamanan. Bukan hanya di ruang sidang, pengamanan juga dilakukan di luar pengadilan. Dengan menggunakan metal detector, polisi memeriksa massa dari kedua kubu yang berebut masuk ke ruang sidang. Seluruh barang bawaan pengunjung diperiksa.
Sidang dipimpin Ketua Majelis PN Bangil I Gede Karang Anggayasa yang didampingi dua hakim anggota, Rico H. Sitanggang dan Aswin. Sementara itu, terdakwa Abdul Wahid didampingi dua penasihat hukum. Salah satunya Samsul Arifin.
Majelis hakim menyatakan, empat korban yang saat itu berusia 17 tahun menjadi budak nafsu terdakwa. Dalam kurun waktu beberapa tahun, ada yang dua kali menjadi sasaran pelampiasan nafsu terdakwa.
Modus terdakwa terhadap para korban nyaris sama. Awalnya, terdakwa minta dipijat di bagian paha. Namun, lama-kelamaan beralih ke bagian (maaf) kemaluan. Hingga akhirnya, terdakwa menggauli empat korban.
Menurut hakim, empat korban sejatinya sudah menolak. Namun, karena diancam, mereka tidak mampu mengelak. Apalagi, terdakwa menyumpahi korban dan para orang tua mereka jika tak menuruti kemauannya.
"Kalau ingin menjadi santri yang baik, harus menuruti kemauan terdakwa. Bila tidak, bisa kualat. Orang tua santri ditabrak mobil," ungkap Rico H. Sitanggang, anggota majelis hakim, saat membacakan hasil pemeriksaan sidang sebelumnya. Itu membuat korban takut dan terpaksa menuruti kemauan terdakwa.
Atas beberapa pertimbangan dan sejumlah bukti, hakim akhirnya menyatakan Abdul Wahid bersalah. Dia dianggap melanggar pasal 81 ayat 2 UU Nomor 23 Tahun 2002 jo pasal 65 KUHP lantaran perbuatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang.
Hakim pun menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara kepada terdakwa. "Dengan ini, majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah dan dihukum selama 13 tahun penjara dan denda Rp 60 juta. Bila tidak membayar denda, hukuman bisa diganti tiga bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim I Gede Karang Anggayasa saat membacakan vonis.
Putusan itu lebih rendah bila dibandingkan dengan tuntutan JPU. Dalam sidang sebelumnya, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 60 juta subsider empat bulan kurungan.
Menurut Karang, beberapa hal menjadi pertimbangan hakim sebelum menjatuhkan putusan. Misalnya, terdakwa belum pernah dihukum. Yang memberatkan, perbuatan terdakwa merusak masa depan empat korban. Perbuatan terdakwa juga dinilai merusak citra ponpes dan tidak layak dilakukan seorang tokoh agama yang menjadi panutan. Selain itu, terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan sehingga menghambat persidangan.
Atas putusan tersebut, JPU masih menyatakan pikir-pikir. Sementara itu, terdakwa memastikan banding.
Sebelumnya Abdul Wahid dilaporkan telah mencabuli sembilan santriwati. Di antara sembilan tersebut, dugaan pencabulan terhadap tujuh orang sangat kuat. Empat di antaranya masih di bawah umur. Perbuatan tak senonoh itu terjadi pada 2007-2013. (one/aad/c10/dwi)