Jaga MK, Pemilihan Hakim Harus Transparan
jpnn.com - JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah mengatakan proses pemilihan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) seharusnya dilakukan secara transparan agar dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Hal ini disampaikan Febri menanggapi penunjukkan Patrialis Akbar sebagai hakim MK oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tanpa proses seleksi.
Menurut Febri, MK merupakan produk reformasi yang memiliki peran cukup besar. Sehingga institusi yang kini dipimpin Akil Mochtar itu seharusnya dijaga.
"Institusi MK harus dijaga dengan cara proses seleksi yang transparan dan bisa dipertangungjawabkan kepada publik," ujar Febri dalam konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Selasa (6/8).
Febri menambahkan, kalau proses seleksi hakim MK tidak terbuka maka peluang penyalahgunaan wewenang akan semakin terbuka. Ia membandingkan proses seleksi anggota lembaga negara yang lain dilakukan secara terbuka. Sebut saja seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisioner Komisi Yudisial dan Komnas HAM. "Ini seharusnya menjadi sikap jelas presiden untuk lakukan proses seleksi terbuka," ucap Febri.
Di tempat yang sama, Peneliti Indonesian Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar mengatakan, presiden mempunyai hak prerogatif untuk memilih hakim MK. Meski begitu presiden harus tetap taat kepada aturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 19 UU MK diatur secara tegas pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipasif. Berdasarkan itu proses pemilihan seharusnya tidak dilakukan sembunyi-sembunyi.
"Kalau proses sembunyi-sembunyi dan menyelundupan maka presiden melanggar UU MK. Bisa disebut presiden menyalahgunakan kewenangannya," ucap Erwin. (gil/jpnn)