Jangan Bawa Semangat Diskriminasi dalam Amandemen Konstitusi
jpnn.com - JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) telah memicu polemik terkait usulannya agar UUD 1945 diamandemen lagi untuk merevisi Pasal 6 ayat (1) agar Presiden RI harus benar-benar orang Indonesia asli.
Jika usulan hasil rekomendasi musyawarah kerja nasional (mukernas) PPP yang digelar di Ancol beberapa waktu lalu itu diadopsi dalam amandemen UUD 1945, konsekuensinya keturunan asing tidak bisa menjadi presiden.
Usulan PPP itu pun mendapat penolakan dari PDIP yang memiliki kursi terbesar di DPR dan MPR. Ketua Fraksi MPR Achmad Basarah mengatakan, usulan PPP itu justru bertolak belakang dengan kebijakan politik negara yang hendak menghapus segala bentuk diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA).
“Usulan untuk memasukkan kembali kalimat presiden ialah orang Indonesia asli yang dimaknai sempit menjadi pribumi dan nonpribumi, selain ahistoris juga bersifat diskriminatif, karena membedakan hak menduduki jabatan publik karena keturunan,” ujar Basarah sebagaimana keterangan tertulisnya, Minggu (9/10).
Ia lantas menceritakan sejarah munculnya Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 yang ditetapkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945. Saat itu, Indonesia yang baru saja merdeka masih berada di bawah bayang-bayang Jepang.
Akhirnya, sidang PPKI menyepakati untuk memasukkan frasa ‘Presiden ialah orang Indonesia asli’ dalam UUD 1945. “Dengan kata lain makna Indonesia asli adalah bukan orang asing atau lebih khususnya dalam konteks waktu itu adalah bukan orang Jepang," ujarnya.
Namun, amandemen UUD 1945 merevisi ketentuan Pasal 6 ayat (1) itu menjadi Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Pertimbangannya adalah untuk mencegah penafsiran dikotomi antara pribumi dan non-pribumi. Karenanya Basarah menegaskan, Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 asli dengan hasil amandemen sebenarnya bermakna sama. “Beda dalam cara penormaannya saja,” katanya.