Jangan Sampai MA Kebanjiran Novum Abal-abal
jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsy mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi atas pasal 268 ayat (3) Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang diajukan bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar memang final dan mengikat. Namun, politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mengingatkan bahwa putusan itu tidak hanya mengikat pada Antasari sebagai pemohon saja tetapi berlaku pada semua orang.
Nah, yang dikhawatirkan Aboe -panggilan Aboebakar- bukanlah sekadar nantinya Mahkamah Agung (MA) bakal kebanjiran pemohon PK. Namun, bisa jadi orang melampirkan novum (bukti baru) sebagai syarat pengajuan PK. "Sehingga sangat memungkinkan para bandar besar narkoba yang dihukum mati dan telah ditolak PK-nya akan memanfaatkan peluang itu," ujarnya Sabtu (8/3).
Karenanya, Aboebakar mendorong MA segera mengeluarkan Peraturan MA untuk memperjelas kualifikasi novum yang bisa dijadikan dasar untuk mengajukan PK. "Jangan sampai nanti MA kebanjiran permohonan PK yang didasarkan pada novum-novuman atau novum abal-abal belaka," jelasnya.
Menurutnya, perlu ada mekanisme untuk menguji permohonan PK sebelum disidangkan Majelisi Hakim PK. "Saya rasa hal itu perlu dipersiapkan MK," tuntasnya.
Seperti diketahui, MK mengeluarkan putusan yang membatalkan ketentuan pasal 268 ayat (3) UU nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang isinya "Permintaan Peninjauan Kembali (PK) atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja". Dengan putusan ini, Antasari yang pernah mengajukan PK dan ditolak MK berhak mengajukan PK lagi untuk atas kasus pidana yang menimpanya. Mantan Ketua KPK itu kini menjadi narapidana kasus pembunuhan terhadap Nasruddin Zulkarnaen.(boy/jpnn)