Jangan Sebut Bom Pos Polisi, Jangan Bom Thamrin, Pak Menteri pun Pusing
jpnn.com - LEDAKAN bom di Thamrin, Jakarta, pada 14 Januari 2016 lalu, membuat Menteri Pariwisata Arief Yahya pusing tujuh keliling. Mantan direktur utama PT Telkom ini khawatir jumlah wisatawan yang akan berkunjung ke Indonesia bakal menurun drastis gara-gara tragedy di jantung ibukota itu.
Yessy Artada, Manila
Saat dijamu makan malam di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Manila minggu lalu, Arief menceritakan keadaan dirinya yang dibuat tidur tak nyenyak gara-gara bom Thamrin. Pasalnya tahun ini dia menargetkan jumlah wisatawan mancanegara mencapai 12 juta.
"Ada cerita hot, yang buat saya pusing gak bisa tidur. Itu gara-gara ledakan bom," ungkap Arief di hadapan puluhan warga Indonesia yang tinggal di Manila.
Beberapa menit setelah ledakan bom terjadi, Arief diburu waktu harus memberikan penjelasan secara tepat kepada negara lain atas insiden tersebut. Kata Arief tak boleh ada yang ditutupi karena menyangkut nama baik Indonesia.
"Dalam kondisi yang seperti itu, kami tidak boleh berdiam diri, harus secepat mungkin membuat pernyataan untuk negara lain. Saya bingung waktu itu belum diputuskan apa nama yang tepat ledakan tersebut. Banyak yang menyebut bom Sarinah, tapi dirut Sarinah minta supaya jangan pakai nama Sarinah. Akhirnya saya sebut ledakan bom pos polisi Thamrin," ungkap Arief.
Rupanya pemberian nama tersebut bermasalah. Nama ledakan bom pos polisi Thamrin tersebut dipermasalahkan oleh pihak kepolisian. Mereka mengatakan keberatannya penyebutan bom pos polisi.
"Setelah dirut Sarinah protes dan sudah saya ganti. Eh giliran polisinya yang gak terima. Mereka bilang, pak jangan pakai nama itu, polisinya pada protes. Akhirnya saya bilang 'siapa lagi yang mau terima bom kalau bukan polisi'," kata Arief disambut tawa puluhan tamu yang hadir di KBRI Manila.