Jangan Tambah Ketegangan KPK-Polri dengan Merekrut Penyidik TNI
jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi I DPR yang membidangi pertahanan, TB Hasanuddin mengkhawatirkan rencana penggunaan personel TNI sebagai penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, bisa-bisa perekrutan penyidik KPK dari personel TNI justru bukan saja melanggar undang-undang, tetapi juga menambah ketegangan antara lembaga antirasuah itu dengan Polri.
Hasanuddin mengatakan, jauh lebih tepat bagi KPK merekrut penyidik dari Polri atau kejaksaan. Sebab, penyidik sipil memang banyak di dua lembaga penegak hukum itu.
“Tapi mengapa KPK malah minta bantuan penyidik dari TNI? Saya khawatir dengan menempatkan TNI di KPK hanya akan memperuncing ketegangan KPK dengan pihak Polri . Secara psikologis harus menjadi bahan pertimbangan kita semua,” ujar Hasanuddin melalui layanan pesan singkat ke JPNN, Sabtu (9/5).
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat melakukan penggeledahan di Makassar. Foto: dokumen JPNN
Mantan sekretaris militer kepresidenan yang kini menjadi politikus PDIP itu juga mengingatkan adanya potensi pelanggaran undang-undang jika personel TNI menjadi penyidik KPK. Hasanuddin lantas mengutip ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, khususnya pasal 47 ayat (2).
Ketentuan itu mengatur bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan di kantor yang membidangi politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, Lemhanas, Wantanas, SAR, narkotika nasional ( BNN) dan Mahkamah Agung ( MA).
Menurut Hasanuddin, mengacu kepada ketentuan itu maka penempatan prajurit TNI aktif di KPK sebagai penyidik atau jabatan lainnya bisa menjadi melanggar undang-undang. Jika memang KPK mau merekrut penyidik KPK berlatar tentara, katanya, maka harus ada alih status dulu dari TNI menjadi pegawai negeri. “Karena jabatan staf atau penyidik di KPK biasanya berstatus pegawai negara,” pungkasnya.(ara/jpnn)