Jargon Jokowi Yes PDIP No, Analisis Asal-asalan
jpnn.com, JAKARTA - Analisis pengamat yang menyebut bakal marak jargon Jokowi Yes, PDIP No di tahun politik 2019, dianggap prediksi yang asal-asalan.
Apalagi analisis didasarkan pada hasil Pilkada Serentak 2018, dimana nilai tawar PDIP sebagai partai pemenang Pemilu 2014 dianggap merosot tajam.
"Tentu kami tidak setuju. Analisisnya asal-asalan, tidak memahami karakter pasangan calon yang diajukan (PDIP)," ucap Ketua DPP PDIP Prof Hendrawan Supratikno, menjawab JPNN pada Selasa (3/7).
Legislator 58 tahun itu menjelasakan bahwa sebagai partai besar dan lama, PDIP sebisa mungkin mengajukan kader sendiri meskipun risiko terburuknya adalah kekalahan. Kondisinya berbeda dengan partai-partai kecil yang lebih mendompleng popularitas calon.
"Partai-partai kecil yang dihantui tidak lolos ke parlemen, mengambil strategi pilih calon yang populer dan elektabilitas tinggi, supaya saat pilleg diharapkan dapat meraup tambahan suara," jelas politikus Senayan ini.
Dia juga tidak setuju menggeneralisasi hasil Pilkada Serentak 2018 sebagai acuan untuk Pilpres 2019. Menurutnya, antara pilkada gubernur dengan bupati dan wali kota harus dilihat secara parsial.
"Pilgub lebih korelatif dengan Pilpres. Pilbub dan pilwalkot lebih dekat dengan Pileg. Bagi partai yang lebih dihitung yang kabupaten kota. Sedangkan bagi Jokowi yang dihitung Pilgub. Tapi yang terpilih di Jabar, Jatim, juga orang Jokowi," tutur anggota Komisi XI DPR ini.
Untuk itu, katanya, hasil umum dari Pilkada Serentak terutama di Pilgub justru menunjukkan kepiawaian Istana dalam membangun keseimbangan antarpartai koalisi pendukung pemerintah.