Jazilul Fawaid: MPR Serap Aspirasi Terkait Amendemen Konstitusi
“Bila setuju amendemen, mana saja pasal yang perlu diubah,” tuturnya.
Sekretaris PPP di MPR, Muhammad Iqbal, dalam kesempatan itu menguraikan sejarah terbentuknya UUD NRI Tahun 1945. Dikatakan dalam perjalanan bangsa, selepas 18 Agustus 1945, UUD Tahun 1945 ditetapkan, bangsa ini pernah meninggalkan UUD Tahun 1945 dengan UUD Sementara dan UUD RIS hingga akhirnya kembali ke UUD Tahun 1945 lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Iqbal mengutip pendapat Presiden Soekarno bahwa UUD Tahun 1945 dibuat secara singkat dan kelak dikemudian hari disempurnakan. “Dari sinilah UUD bisa diamendemen,” ujarnya.
Dalam era reformasi, UUD Tahun 1945 diamandemen. “Amandemen UUD merupakan salah satu tuntutan reformasi,” ujar politikus kelahiran Medan, Sumatera Utara, itu. “Alhamdulillah MPR sudah melakukan amendemen dari tahun 1999 hingga 2002”, tambahnya. Implikasi dari amandemen disebut membawa perubahan kedudukan dan wewenang MPR.
“Dulu MPR sebagai lembaga tertinggi dan memilih Presiden, sekarang tidak lagi,” paparnya.
Saat ini menurut politikus dari Dapil Sumatera Barat II itu, bila ingin melakukan amandemen, hal demikian perlu dilakukan kajian yang mendalam. Tujuan amendemen menurutnya harus tetap pada koridor memperkuat kedaulatan di tangan rakyat. “Juga untuk kemajuan bangsa dan negara bukan sekelompok orang,” tegasnya.
Dirinya setuju dengan amendemen namun sebatas untuk menghidupkan kembali haluan negara. Bila ada keinginan untuk mengamendemen agar Presiden kembali dipilih oleh MPR dan masa jabatan lebih dari dua periode, Iqbal kurang sepakat.
“Kalau ada keinginan hal yang demikian mengapa kita dulu mengamendemen UUD Tahun 1945 yang membatasi masa jabatan Presiden dua periode”, tuturnya.