Jebakan Kekerasan Atas Wanita Indonesia yang Menikahi Pria Australia
Setelah setahun mengalami kekerasan yang meningkat, Menik melarikan diri ke tempat perlindungan wanita di mana dia tinggal tanpa batas waktu sementara dia menjalani proses yang panjang dan mahal dalam upaya mendapatkan visa residensi pengecualian khusus untuk memungkinkannya tinggal di Australia.
Dia mengatakan tidak ingin pulang karena keluarganya percaya dia harus tinggal bersama suaminya, meskipun ada kekerasan.
Eksploitasi pengantin internet
Enam wanita dari Thailand, Indonesia dan Filipina mengungkapkan kisah mereka kepada ABC News dengan harapan mencegah wanita lain terpikat ke dalam hubungan yang eksploitatif dengan pria Australia.
"Kami telah melihat beberapa kasus yang mengerikan di mana telah terjadi kekerasan fisik yang sangat parah dan di mana wanita merasa tidak bisa meninggalkan rumah," kata pengacara migrasi Kathy Bogoyev.
"Beberapa kasus yang kami lihat akan menuju ke yurisdiksi federal dalam hal perbudakan seksual dan jenis pelanggaran kerja paksa, jadi saya pikir ada sedikit tumpang tindih antara kasus-kasus serius ini dan beberapa perdagangan manusia dan sejenis kejahatan perbudakan juga."
Pekerja sosial Alicia Asic, dari organisasi pendukung Multicultural Futures di Perth, mengatakan dia juga melihat semakin banyak yang disebut "pengantin internet" dilecehkan.
"Ada peningkatan dalam rujukan untuk wanita, terutama dari latar belakang Asia, yang telah menikahi pria Australia untuk memulai kehidupan yang lebih baik dan menemukan diri mereka dalam situasi yang sangat tidak sehat dan berbahaya," katanya.
"Ada perampasan kebebasan, pemenjaraan, pelecehan fisik, emosional dan seksual.