Jerman Tujuan Favorit Imigran, Siapkan Rp 95,7 Triliun untuk Bantuan
jpnn.com - BERLIN - Jerman membuka tangan selebar-lebarnya untuk menampung para imigran yang berdatangan dari negara-negara konflik. Sepanjang akhir pekan lalu saja, sekitar 20 ribu imigran masuk. Dan, kemarin (7/9) ada lagi sekitar 11 ribu pengungsi yang datang. Kanselir Jerman Angela Merkel menegaskan bahwa arus imigran yang luar bisa ini bisa mengubah masa depan negaranya.
"Apa yang kita alami saat ini adalah sesuatu yang akan mendiami dan mengubah negara kita dalam beberapa waktu ke depan. Kita ingin perubahannya positif dan saya percaya kita bisa mencapainya," ujar Merkel.
Bagi para imigran, Jerman merupakan negara harapan selain Inggris. Sebab, Jerman merupakan negara dengan perekonomian terbesar di Eropa. Total imigran yang diperkirakan memasuki Jerman sepanjang tahun ini 800 ribu orang. Dengan menampung imigran sebesar itu, tahun depan Jerman harus mengalokasikan tambahan anggaran EUR 10 miliar (Rp 157,8 triliun).
Rencananya, EUR 6 miliar (Rp 95,7 triliun) akan diajukan dalam pendanaan federal pada 2016. Sedangkan sisanya, EUR 4 miliar (Rp 63,6 triliun), berasal dari bantuan negara-negara bagian dan komunitas masyarakat. Uang tersebut akan dipakai untuk membangun rumah-rumah dan keperluan lain bagi para pengungsi.
Merkel sendiri meminta negara-negara lain di Uni Eropa (UE) melakukan hal serupa. Yaitu, mengambil para imigran yang masuk sehingga distribusinya merata, tidak di Jerman saja.
Di sisi lain, pemerintah Prancis mengungkapkan bahwa mereka mau menerima 24 ribu pengungsi dalam kurun waktu dua tahun.
Saat ini tidak ada tanda-tanda aliran imigran bakal mereda. Ribuan pengungsi dan pencari suaka berdatangan setiap hari dari jalur darat dan air. Pemerintah Austria kemarin mengumumkan bahwa mereka akan kembali menutup perbatasannya.
Austria akhir pekan lalu terpaksa membuka pintu setelah foto jenazah Aylan Kurdi, 3, yang tergeletak tak bernyawa di tepi pantai bertebaran di dunia maya. Keputusan Austria yang bakal menutup kembali perbatasan mereka tersebut ditanggapi dengan tangis dan histeris dari para pengungsi yang masih berada di Hungaria.