Jokowi Blak-blakan soal Ahok di Depan Ketum Muhammadiyah
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Senin (13/2). Tujuan Haedar menemui Jokowi adalah untuk mengundang kepala negara itu ke Tanwir Muhammadiyah di Ambon, Maluku pada pengujung bulan ini.
Namun, dalam pertemuan antara Haedar dengan Jokowi juga dibahas soal Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama alias Ahok yang kini menyandang status terdakwa. Di hadapan Haedar yang datang bersama para PP Muhammadiyah, Jokowi juga blak-blakan soal Ahok.
Haedar menuturkan, saat ini memang ada beragam tafsir soal harus atau tidaknya menonaktifkan Ahok yang sudah menyandang status terdakwa. Karenanya Jokowi telah memerintahkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meminta fatwa ke Mahkamah Agung (MA) soal tafsir dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah (Pemda) yang mewajibkan kepala daerah nonaktof ketika menjadi terdakwa.
"Kan banyak tafsir. Pak Presiden sendiri betul-betul memahami, menyadari banyak tafsir itu. Bahkan beliau meminta mendagri untuk minta pandangan resmi dari MA," ujar Haedar usai bertemu Presiden Jokowi.
Haedar berpandangan, jika MA sudah mengeluarkan fatwa maka maka harus dilaksanakan. Dia menyebut langkah pemerintah meminta fatwa MA cukup elegan untuk menyikapi berbagai tafsir soal status terdakwa yang disandang Ahok.
"Jadi di tengah banyak tafsir tentang aktif nonaktif ini, maka jalan terbaik adalah meminta fatwa MA. Fatwa MA, bukan fatwa MUI ya, Pak Yunahar," ujar Haedar kepada pengurus PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas yang mendampinginya.
Lantas, bagaimana sikap Muhammadiyah soal Ahok? Haedar menyatakan bahwa pada prinsipnya aturan perundang-undangan harus ditegakkan secara lurus.
"Kalau memang prinsip hukum dan dasar UU nonaktif, ya nonaktif. Saya yakin ini prinsip yang kita pegang semuanya. Indonesia kan negara hukum, pakai prinsip itu,” tegasnya.