Jokowi Diingatkan tak Cari Pencitraan dengan Mengorbankan Nyawa
jpnn.com - JAKARTA – Komisioner Komnas HAM Siane Indriani, menilai langkah eksekusi hukuman mati enam terpidana mati yang dilakukan Minggu (18/1) dini hari, bukan langkah tegas pemerintah terhadap pelaku peredaran narkotika di Indonesia, tapi lebih kepada perbuatan yang sangat kejam.
“Ini bukan tegas, tapi kejam. Penerapan hukuman mati di Indonesia merupakan langkah mundur. Ketika nanti ditanya PBB, Indonesia akan kebingungan. Menteri Luar Negeri dan stafnya beberapa waktu lalu mengakui akan kesulitan di hadapan PBB,” katanya di Gedung Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Senin (19/1).
Menurut Siane, pemerintah jangan mengatasnamakan membela kedaulatan bangsa dengan mengorbankan HAM. Karena atas sikap tersebut, protes dunia internasional kini mengalir ke Indonesia. Antara lain diperlihatkan Belanda dan Brazil yang menarik Duta Besarnya.
“Ini nilai universal. Melakukan pencitraan dengan melanggar HAM itu salah. Pemerintah melanggar HAM, dan bisa di impeachment,” katanya.
Atas alasan-alasan inilah Komnas HAM kata Siane, menolak penerapan hukuman mati. Selain melanggar hak asasi manusia, juga mengendurkan semangat penegakan HAM.
“Presiden datang ke Muhamadiyah, NU (minta pendapat sebelum menolak grasi enam terpidana mati,red). Ini kan bukan negara Islam, tapi Indonesia,” katanya.
Kondisi ini menurut Siane, sangat disayangkan. Apalagi atas penolakan Komnas HAM, lembaga tersebut oleh sebagian kalangan malah disebut pembela penjahat narkotika.
“Kita sepakat itu (peredaran narkoba,red) darurat. Tapi bukan hukuman mati. Karena nyatanya yang dihukum mati kan kurir seperti Rani. Gembongnya malah dihukum seumur hidup. Sekali lagi jangan cari pencitraan dengan mengorbankan nyawa. Nanti kita jadi negara yang disebut enggak punya komitmen bagi penegakan HAM,” katanya.(gir/jpnn)