Jokowi tak Ingin Penghuni Ibu Kota Baru Hanya Pegawai Pemerintah
jpnn.com, JAKARTA - Presiden Jokowi tidak ingin kebijakan memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, mengulang kegagalan sejumlah negara yang sudah lebih dulu memindahkan ibu kota negaranya.
Pemidahan ibu kota negara, menurut mantan gubenur DKI Jakarta itu, juga tidak sekadar perpindahan kantor pemerintahan, tetapi harus ada transformasi. Baik dari sisi cara kerja, budaya kerja, hingga perpindahan basis ekonomi. Oleh karena itu, sebelum pindah, maka sistemnya harus sudah terinstal dengan baik.
"Artinya perpindahan ibu kota ini adalah sebagai sebuah percepatan transformasi ekonomi. Dan kita harus belajar dari pengalaman beberapa negara yang pindah ibu kotanya tapi jadi mahal. Ini jangan. Kemudian sepi, ini juga jangan. Yang menghuni hanya pegawai pemerintah plus diplomat, ini juga tidak," sebut Jokowi.
Hal ini disampaikannya saat memimpin rapat terbatas membahas persiapan pemindahan ibu kota negara di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (16/12). Forum itu dihadiri para menteri Kabinet Indonesia Maju.
Jokowi mengatakan bahwa perpindahan ibu kota harus dirancang sebagai sebuah transformasi ekonomi, pemindahan basis ekonomi menuju ke sebuah smart economy, sekaligus menandai proses perubahan produktivitas, kreativitas, industri maupun talenta-talenta nasional.
"Bukan semata-mata pindahkan istana, gedung perkantoran pemerintahan. Bukan itu," tegasnya.
Selain itu, tambah suami Iriana ini, pihaknya tidak hanya ingin membangun ibu kota yang smart. Tetapi proses pembangunannya juga harus smart. Oleh karena itu, cara berpikir lama yang selalu melihat semua dari sisi anggaran harus ditinggalkan.
"Kita harus berani menggunakan cara baru yang lebih kreatif termasuk memanfaatkan teknologi inovasi, dengan bantuan talenta hebat yang kita miliki yang berada di dalam negeri maupun saat ini belajar di luar negeri," tandasnya. (fat/jpnn)