Jokowi Terbitkan Perppu Pajak, Ini Saran Penting dari Ekonom
jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Dradjad H Wibowo menilai keputusan Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan merupakan langkah yang sudah semestinya. Namun, Dradjad juga mengingatkan pemerintah untuk bertindak cermat dan berhati-hati.
Menurut Dradjad, Indonesia seperti juga Singapura dan Malaysia sudah berkomitmen melaksanakan kesepakatan Pertukaran Informasi Otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI) mulai 1 Januari 2018. Sementara negara lain seperti Australia bahkan sudah mulai menerapkannya sejak 1 Januari 2017.
Mantan ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan (DISK) di Badan Intelijen Negara (BIN) itu mengatakan, setelah pelaksanaan tax amnesty memang sudah sewajarnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memperoleh akses terhadap rekening di lembaga keuangan baik bank maupun non-bank. “Jadi substansi perppu ini memang sudah sewajarnya dijalankan dan harus dijalankan,” ujar Dradjad melalui pesan WhatsApp, Kamis (18/5).
Namun, anggota komisi keuangan dan perbankan DPR periode 2004-2009 itu juga menyodorkan catatan lain. Yakni tentang Amerika Serikat yang tak meneken AEoI.
AS, kata Dradjad, justru memiliki Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA). Melalui akta itu maka AS justru ‘memaksa’ negara lain menyetor data nasabah dari warga negara negeri yang kini dipimpin Donald Trump itu.
Selain itu, ada hal yang harus dicermati. Menurut Dradjad, perppu itu memberi kewenangan lebih besar kepada aparat pajak.
“Kewenangan ini sangat rawan disalahgunakan oleh oknum pajak yang nakal. Perppu memberi kewenangan yang luar biasa besar kepada aparat pajak, ditambah dengan denda tax amnesty yang sangat besar,” ulasnya.
Di sisi lain, sambungnya, mekanisme pengawasan serta check and balance tidak disiapkan. Sebab, mekanismenya hanya generik seperti yang sudah ada ada di Kementerian Keuangan.