Jual Sebagian Harta dan Rental Kostum Adat Demi Dirikan Sanggar Budaya
Karena itu, lelaki asal Wairebo itu pun berusaha keras, merogoh koceknya sendiri untuk membangun sanggar kebudayaan NTT secara mandiri. Sanggar yang diberinya nama Molas Naga Komodo.
"Saya jual sebagian harta, kemudian mengumpulkan uang dari hasil tampil saat diundang untuk isi acara, butuh Rp 150 juta membuka sanggar itu, " ungkapnya.
Kini, untuk melestarikan sanggar yang biaya pendidikannya tak mahal tersebut, dia menyewakan pakaian-pakaian adat dan mengandalkan pemasukan dari restoran yang dimilikinya.
Dari awalnya banyak yang mencibir, kini murid-murid sanggar lelaki 49 tahun tersebut sudah memiliki 178 siswa. Mereka berasal dari berbagai usia sekolah, ada SD, SMP, SMA.
"Ya usaha saya tak sia-sia. Menampilkan budaya kita, bisa menjadi nilai positif, karena sekarang Labuan Bajo dan NTT umumnya sudah menjadi tujuan wisata. Harus dilestarikan," paparnya.
Konrad menyebut, dirinya awalnya tak suka dengan budaya daerah seperti anak-anak seusianya. Tapi saat masih kelas 2 SD, dia dipaksa orang tua untuk menjadi seniman, belajar tentang budaya daerah.
"Saya bisa dipukul dulu kalau nonton dansa. Saya diminta belajar budaya kita, kalau tidak mau bukan cuma dipukul, saya juga diancam tidak dapat warisan," tuturnya.
Karena itulah dia tekun. Saat ini, dia sadar, bahwa warisan yang ditinggalkan untuknya bukan sekadar harta, tapi juga kekayaan daerahnya. (dkk/jpnn)