Juhanda Eks Napi Terorisme, Pemerintah dan Ulama Harus Tingkatkan Sinergi
jpnn.com - JAKARTA - Kasus teror bom molotov di Gereje Oikuneme, Samarinda, Minggu (13/11), kembali menggores kehidupan damai antara umat beragama di Indonesia. Apalagi, teror itu terjadi hanya berselang beberapa hari demo besar umat muslim yang berujung kerusuhan di Jakarta, 4 November.
Meski secara tidak langsung, dua peristiwa itu dinilai memiliki benang merah sebagai bagian dari kelompok-kelompok yang ingin merusak kebinekaan dan persatuan NKRI, dengan memanfaatkan 'kegaduhan' ibu kota yang dipicu kasus penistaan agama dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta.
"Saya kira kejadian teror di Samarinda ada keterkaitan dengan peristiwa demo di Jakarta sebelumnya. Pelaku terorisme selalu memanfaatkan kondisi kacau negara dengan membuat teror. Tujuannya agar masyarakat makin ketakutan," kata salah satu kelompok ahli BNPT Syaiful Bakhri di Jakarta, Kamis (17/11).
Dia menegaskan, aksi-aksi massa seperti 4 November kemarin sangat mungkin diboncengi oleh kelompok radikal untuk melakukan aksi terorisme.
Untuk itu, dia mengimbau agar masyarakat tidak terpancing hasutan kasus penistaan agama.
Selain itu, dia juga mengajak para ulama dan tokoh masyarakat untuk berperan menyuarakan kedamaian ke seluruh umat.
"Terorisme itu gerakan laten dan terorisme itu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Bangsa Indonesia sudah sangat menderita akibat aksi terorisme yang selama ini terjadi. Kekacauan yang terjadi kemarin ini mencuri start dari polemik di ibu kota. Kalau ini berkepanjangan dan makin meluas, tentu akan memicu potensi terorisme lebih besar," terang Syaiful.
Pria yang juga guru besar hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta mengaku agak khawatir dengan rencana akan kembali digelarnya aksi massa gelombang kedua. Apalagi akan ada juga aksi unjuk rasa kebinekaan.